KHULAFAURRASYIDIN
(TOKOH DAN PERADABAN ISLAM)
Makalah
ini ditunjukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen
pengampu : M. Imamul M, M. Pd. I
Oleh :
Erlina (15110079)
Dalila Khoirin (1511052)
Ulyn Nuha Arif (15110121)
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting saat kita akan membangun
masa depan. Sekaitan dengan itu kita bisa tahu apa dan bagaimana perkembangan
islam pada masa lampau. Namun kadang kita sebagai umat islam malas untuk
melihat sejarah. Sehingga kita cenderung berjalan tanpa tujuan dan mungkin
mengulangi kesalahan yang pernah ada di masa lalu. Disinilah sejarah berfungsi
sebagai cerminan bahwa dimasa silam terjadi sebuah kisah yang patut kita
pelajari untuk merancang serta merencanakan matang-matang untuk masa depan yang
lebih cemerlang
Tanpa tergoyahkan dengan kekuatan apapun. Perkembangan Islam pada
zaman Nabi Muhammad saw dan para sahabat adalah merupakan agama Islam pada
zaman keemasan, hal itu bisa terlihat bagaimana kemurnian Islam itu sendiri
dengan adanya pelaku dan factor utamanya yaitu Rasulullah saw. Kemudian pada
zaman selanjutnya yaitu zaman para sahabat, terkhusus pada zaman khalifah empat
atau yang lebih dikenal dengan sebbutan khulafaurrasyidin, Islam berkembang
dengan pesat. Hal itu tentunya tidak terlepas dari para pejuang yang sangat
gigih dalam mempertahankan dan juga dalam menyebarkan islam sebagai agama
Tauhid yang diridhai. Perkembangan Islam pada zaman inilah merupakan titik
tolak perubahan peradaban kearah yang lebih maju. Maka tidak heran para
sejarawan mencatat bahwa islam pada zaman Nabi Muhammad dan Khulafaurrasyidin
merupakan islam yang luar biasa pengaruhnya. Namun yang terkadangmenjadi
pertanyaan adalah kenapa pada zaman sekarang ini seolah kita melupakannya. Akan
tetapi, perjalanan islam tidak akan terlepas dari figure Muhammad saw dan para
penerusnya yakni AlKhulafa Ar-Rasyidin,tabi’in dan para pemikir ekonomi, baik
masa pemerintahan Umayyah, Abbasiyah, dan Utsmaniyah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah peradaban Islam pada masa Khalifah Abu Bakar AshShiddiq?
2.
Bagaimanakah peradaban Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab?
3.
Bagaimanakah peradaban Islam pada masa Khalifah Utsman bin Affan?
4.
Bagaimanakah peradaban Islam pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib?
C.
Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui peradaban Islam
masa Khalifah Abu Bakar AshShiddiq.
2. Untuk mengetahui peradaban Islam
masa Khalifah Umar bin Khattab.
3. Untuk mengetahui peradaban Islam
masa Khalifah Utsman bin Affan.
4. Untuk
mengetahui peradaban Islam masa Khalifah Ali bin Abi Thalib.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Abu
Bakar ash-Shiddiq Ra. (11-13H/632-634 M)
Abu Bakar (Arab: أبو بكر الصديق, Abu Bakr
ash-Shiddiq) (lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H)
termasuk di antara mereka yang paling awal memeluk Islam atau yang dikenal
dengan as-sabiqun al-awwalun. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar menjadi
khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 M. Lahir dengan
nama Abdul ka'bah bin Abi Quhafah, ia adalah satu di antara empat khalifah yang
diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk. Abu Bakar
menjadi Khalifah selama 2 tahun, 2 bulan dan 14 hari setelah meninggal terkena
penyakit.[1]
I.
Pemerintahan
khalifah Abu – Bakar ash-Shiddiq
Secara umum,
kekhalifahan Abu – Bakar dapatt dikatakan melanjutkan kepemimpinan Nabi
Muhammad Saw, baik kebijaksanaan dalam kenegaraan maupun pengurusan terhadap
agama.
a.
Bidang
politik
Dalam
menjalankan pemerintahan islam, Abu Bakar bersifat sentral.[2]
Dalam hal ini, kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif, sepenuhnya berada
dittangan khalifah. Meskipun demikian, dalam menentukan dan memutuskan suatu
masalah, abu bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah .
Apabila
terjadi suatu perkara, abu bakar selalu mencari hukumnya dalam al-quran.
Apabila dalam kitab suci tidak dijumpai pemecahanya, maka beliau mempelajari
cara Rasulullah Saw. Dalam menyelesaikan suatu perkara. Dan jika tidak
ditemukanya dalam hadist nabi, maka beliau mengumpulkan tokoh-tokoh terbaik dan
mengajak mereka bermusyawarah. Apa pun yang diputuskan mereka setelah
pembahasan, diskusi dan penelitian, beliau menjadikanya sebagai suatu keputusan
dan suatu peraturan.
Sebagaimana
dinyatakan dalam pidato yang disampaikan settelah baiat, politik dalam
pemerintahan Abu bakar adalah pemerintahan yang demokratis. Beliau menyadari
kelemahanya sebagai manusia biasa . Oleh karena itu, beliau meminta kepada
segenap kaum muslimin agar mengikutinya jika yang dilakukanya adalah sebuah
kebenaran. Akan tetapi, apabila salah, maka beliau meminta supaya dikritisi.
Menurut
Suyuti Pulungan, ada beberapa kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan atau
kenegaraan, sebagaimana berikut:
1)
Bidang
Eksekuti
Pendelegasian
terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Misalnya, untuk
pemerintahan pusat, Abu Bakar menunjuk Ali bin Abi Thalib, Uttsman bin affan,
dan Zait bin tsabit sebagai sekertaris dan abu ubaidah sebagai bendaharawan.
Sedangkan, umar bin khattab menjadi hakim agung. Sementara itu, untuk daerah
kekuasaan islam, dibentuklah provinsi-provinsi dan untuk setiap provinsi
dittunjuk seorang amir.
Para
amir ini bertugas sebagai pemimpin agama,selain itu juga menetapkan hukum dan
melaksanakan undang-undang. Dengan kata lain, selain sebagai pemimpin agama,
seorang amir juga sebagai hakim dan pelaksana tugas kepolisian. Namun demikian,
setiap amir diberi hak untuk mengangkat pembantu-pembantunya, seperti katib,
amil, dan sebagainya.
2)
Pertahanan
dan keamanan
Mengorganisasikan
pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan
pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memlihara stabilitas di dalam maupun
luar negeri. Di antara panglima yang ditunjuk adalah Khalid bin Walid, musanna
bin Harisah, Amru bin ‘Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain.
3)
Yudikatif
Fungsi
kehakiman dilaksanakan oleh umar bin khattab dan selama masa pemerintahan Abu
Bakar tidak dittemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan. Hal
ini karena kemampuan dan sifat umar sendiri, dan masyarakat di kala itu dikenal
cukup taat terhadap hukum. Meskipun ada beberapa penyimpangan, jumlahnya tidak
terlalu banyak.
b.
Bidang
Ekonomi
1)
Kebijakan
umum dibidang ekonomi
Abu bakar
menerapkan prakttik akad-akad perdagangan yang sesuai dengan prinsip yang
diajarkan dalam islam. Selama masa khalifahnya beliau menerapkan beberapa
kebijakan umum, diantaranya
·
Menegakkan
hukum dengan memerangi mereka yang tidak mau membayar zakat,
·
Tidak
menjadikan ahli badar (orang –orang yang berjihad pada perang badar) sebagai
pejabat negara.
·
Tidak
mengistimewakan ahli badar dalam pembagian kekayaan negara.
·
Mengelola
barang tambang (rikaz) yang terdiri atas emas, perak, perunggu, besi, dan baja
sehingga menjadi sumber pendapatan negara,
·
Menetapkan
gaji pegawai berdasarkan karaktteristik daerah masing-masing, dan
·
Tidak
mengubah kebijakan Nabi Muhammad Saw. Dalam masalah Jizyah.[3]
2)
Penerapan
prinsip persamaan dalam distribusi kekayaan Negara
Dalam
usahanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Khalifah abu bakar melaksanakan
kebijakan ekonomi sebagaimana yang dilakukan Nabi Saw. Beliau memperhatikan
akurasi perhitungan ini dijadikan sebagai pendapatan negara yang disimpan dalam
Bbaitul Mal dan langsung didistribusikan seluruhnya pada kaum muslimin.
3)
Amanat
baitul mal
Pada
saat itu, para sahabat beranggapan bahwa baitul mal merupakan amanat dari Allah
Swt. Oleh karena itu , mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan
bbaitul mal untuk kepentingan atau mencapai tujuan-tujuan pribadi.
Didalam lembaga tersebut, dikelola
harta benda yang didapat dari zakat, infaq, sedekah, harta rampasan perang dan
lain sebagainya. Adapun penggunaan harta itu digunakan unttuk membayar gaji
pegawai negara dan untuk kesejahteraan umat muslim sesuai dengan aturan yang
telah ditetapkan.
4)
Pendistribusian
Zakat
Selain mendirikan baitul mal, khalifah abu bakar juga sangat
memperhatikan pemerataan pendistribusian zakat kepada masyarakatnya, karena
beliau merasa zakat merupakan salah satu instrumen yang terpenting dalam
menyejahterakan rakyatnya.
Dalam mendistribuskan baittul mal,
khalifah abu bakar menerapkan prinsip kesamarataan, yaitu dengan memberikan jumlah
yang sama kepada sahabat dan tidak membeda-bedakan yang satu dengan yang
lainya. Menurut Abu Bakar ,”dalam hal keutamaan beriman, Allah Swt yang akan
memberikan ganjarannya, sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup, prinsip
kesamaan lebih baik daripada prinsip keutamaan. (Afzalurrahman,1995)
c.
Bidang
keagamaan
1)
Peperangan
dengan kaum Riddat
Segera
setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang mengancam persatuan dan
stabilitas komunitas dan negara Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab yang
berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang
ada. Beberapa di antaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama
Islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya
yakni penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki
komitmen dengan Nabi Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku
lagi. Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang
dikenal dengan nama perang Riddah. Dalam perang Ridda peperangan terbesar
adalah memerangi "Ibnu Habi al-Hanafi" yang lebih dikenal dengan nama
Musailamah al-Kazab (Musailamah si pendusta), yang mengklaim dirinya sebagai
nabi baru menggantikan Nabi Muhamad. Pasukan Musailamah kemudian dikalahkan
pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid. Sedangkan Musailamah sendiri
terbunuh di tangan Al Wahsyi, seorang mantan budak yang dibebaskan oleh Hindun
istri Abu Sufyan karena telah berhasil membunuh Hamzah Singa Allah dalam Perang
Uhud. Al Wahsyi kemudian bertaubat dan memeluk Islam serta mengakui
kesalahannya atas pembunuhan terhadap Hamzah. Al Wahsyi pernah berkata,
"Dahulu aku membunuh seorang yang sangat dicintai Rasulullah (Hamzah) dan
kini aku telah membunuh orang yang sangat dibenci rasulullah (yaitu nabi palsu
Musailamah al-Kazab)."
2)
Pengumpulan
ayat-ayat Al-Quran
Setelah
Rasulullah wafat dan Abu Bakar menjadi khalifah, bergeraklah Musailamah
al-Kadzdzab menda’wakan dirinya sebagai seorang Nabi. Dia mengembangkan
khurafatnya dan kebohongan-kebohongan. Sehingga dia dapat mempengaruhi Banu
Hanifah dari penduduk Yamamah lalu mereka menjadi murtad. Ketika Abu bakar
mengetahui tindakan Musailamah itu, beliau menyiapkan suatu pasukan tentara
untuk menggempur mereka. Dan banyaklah para sahabat yang hafal Al-Qur’an gugur
dalam peperangan itu, kurang lebih 700 sahabat.[4]
Melihat
yang demikian (banyak sahabat penghafal Al Quran yang gugur), tibullah hasrat
Umar bin Khotob untuk meminta kepada Abu Bakar agar Al- Qur’an itu dikumpulkan.
Beliau khawtir akan berangsur-angsur hilang Al–Qur’an, kalau hanya dihafal
saja, karena para penghafalnya kian bertambah kurang.
Abu
‘Amr dalam kitab Al Muhkam menerangkan bahwa Zaid ibnu Tsabit: “Umar ibn
Khattab datang kepada Abu Bakar, lalu mengatakan bahwa peperangan Zamamah telah
banyak memusnahkan para Qurra. Aku takut akan kehilangan al- Quran, karena itu
aku minta supaya tuan menuliskannya”.
Zaid ibn Tsabit
dalam menyelenggarakan tugasnya dibantu oleh beberapa anggot lain, semuanya
penghafal Al–Qur’an, yaitu Ubay ibn Ka’ab, Ali bin Abi Thalib dan Usman bin
Affan. Mereka berulang kali mengadakan pertemuan dan mereka mengumpulkan
tulisan-tulisan yang mereka tuliskan di masa Nabi.
Maka
dengan usaha tersebut, terkumpullah Al- Qur’an di dalam suhuf dari
lembaran-lembaran kertas. Dalam pada itu, ada juga riwayat yang menerangkan,
bahwa usaha tersebut menulis Al- qur’an dalam suhuf-suhuf yang terdiri dari
kulit dn pelepah kurma. Inilah pengumpulan pertama.[5]
Jadi
dapat disimpulkan bahwa pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar terjadi ketika
banyak penghafal Al-Qur’an yang gugur dalam perang, sehingga timbul pemikiran
untuk mengumpulkan Al-Qur’an
II.
Penyebaran
dan kekuasaan islam pada masa Abu- Bakar
· Penaklukan Irak dan Persia
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar
ra. mengirim kekuatan ke luar Arabia. Semula beberapa kelompok suku kecil
bertempur untuk mendapatkan harta rampasan, tetapi penyerbuan Arab memaksa
Byzantium untuk mengirimkan ekspedisi utama ke palestina Selatan. Beberapa
kelompok penyerbu harus memusatkan kekuatan timurnya di Ghaza, dan disini di
bawah Khalid ibn Walid dibantu oleh Al-Mutsannah ibn Haritsah ra. yang dikirim
oleh Abu Bakar ke Iraq untuk menjadi komandan bagi klan Arab, mereka
mengalahkan pasukan Byzantium dalam peperangan Ajnadyn (634 M) dan mereka mampu
memenangkan peperangan dan membuka Hirah serta beberapa kota di Irak. Di
antaranya adalah Anbar, Daumatul Jandal, Faradh, dan yang lainnya. Dan Akhirnya
dapat menguasai sepenuhnya wilayah al-Hirah di tahun 634 M.Setelah itu khalifah
Abu Bakar memerintahkan kepada Khalid bin Walid untuk bergabung dengan pasukan
Islam yang ada di Syam.
Ketika
Khalid melakukan manuver ke arah barat dari Hirah pada tahun 634 M, ia
meninggalkan kekuasaan atas Irak pada sekutunya dari suku badui, al-Mutsannah
ibn Haritsah, kepala suku Banu Syaiban. Karena ia menerima perintah dari
Khalifah Abu Bakar untuk membantu memperkuat pasukan di Syam. Sementara itu
orang-orang Persia sedang bersiap-siap untuk melancarkan serangan balasan dan
hampir menghancurkan pasukan Arab dalam pertempuran di jembatan dekat Hirah,
pada 26 November 634. Tanpa rasa takut, al-Mutsannah membangun serangan baru,
dan pada bulan Oktober atau November tahun berikutnya berhasil mengalahkan
pasukan jenderal Persia, Mihran, di al- Buwayb di tepi sungai efrat. Tetapi
al-Mutsanna tidak lebih dari seorang kepala suku, yang tidak punya hubungan
kekuasaan dengan Madinah atau Mekkah, dan baru masuk Islam setelah Nabi wafat.
Karena itu ketika khalifah Abu Bakar telah tiada dan digantikan oleh Khalifah
Umar, beliau mengutus Sa’ad ibn Abi Waqqash, seorang sahabat yang dijanjikan
masuk surga oleh Nabi Muhammad, sebagai komando pasukan dan mengirimkannya ke
Irak. Di bawah komando Sa’ad ibn Abi Waqqash inilah peperangan yang di lakukan
Umat Islam mengalami kemenangan dan berhasil menaklukan wilayah Irak dan Persia
sepenuhnya pada tahun 652 M. Dengan demikian wilayah Irak dan Persia telah
berhasil dikuasai pasukan Arab dibawah komando Khalid ibn al-Walid dan
dilanjutkan oleh Sa’ad ibn Abi Waqqash pada masa kekhalifahan Umar ibn
Khaththab.
· Penaklukan Islam di Syria
Penaklukan ini terjadi pada paruh pertama abad ke-7, dimana wilayah
ini sudah dikenal sebelumnya dengan nama lain seperti Bilad al-Sham, Levant,
atau Suriah Raya. Sebenarnya pasukan Islam sudah berada di perbatasan selatan
beberapa tahun sebelum Nabi Muhammad SAW meninggal dunia tahun 632 M, seperti
terjadinya pertempuran Mu’tah di tahun 629 M, akan tetapi penaklukan
sesungguhnya baru dimulai pada tahun 634 M dibawah perintah Kalifah Abu Bakar
and Umar bin Khattab, dengan Khalid bin Walid sebagai panglima utamanya.
Suriah
dibawah pemerintahan Romawi timur selama 7 abad sebelum Islam datang, juga
pernah di invasi beberapa kali oleh Kekaisaran Sassania Persia yaitu pada abad
ke-3, 6 dan 7; Suriah juga menjadi target serangan sekutu Sassania, Lakhmid.
Wilayah ini disebut Provinsi Iudaea oleh Bizantium. Selama perang Romawi-Persia
terakhir, yang dimulai pada tahun 603, pasukan Persia dibawah pimpinan Khisra
II berhasil menduduki Suriah, Palestina and Mesir selama lebih dari satu dekade
sebelum akhirnya berhasil dipukul mundur oleh Heraclius dan dipaksa berdamai
dan mundur dari wilayah yang mereka kuasai itu pada tahun 628 M. Jadi, pada
saat Islam berperang melawan Romawi ini sebenarnya mereka sedang menata kembali
wilayahnya yang sempat hilang selama kurang lebih 20 tahun tersebut.
Ekspansi
pun dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar dalam penaklukan wilayah Syiria dengan mengirimkan ekspedisi
pasukan yang dipimpin empat orang jendral dikirim ke Syam (Syria) yang menjadi
jajahan Romawi (Byzantium) yaitu Abu Ubaidillah ibn Jarrah (pimpinan tertinggi
empat pasukan) ke Hims, Yazid ibn Abi Sufyan ke Damaskus, Amr ibn Ash ke
Palestina dan Syurahbil ibn Hasanah ke lembah Yordania. Sebelumnya pasukan
dipimpin oleh Usamah ibn Zaid ra. yang masih berusia 18 tahun Melihat pasukan
yang menang hanya Amr ibn Ash di perbatasan Palestina, Abu Bakar menyatukan
pasukan menghadapi laskar Romawi di Yamuk. Jendral Khalid ibn al-Walid pun di
perintahkan meninggalkan Irak untuk memperkuat memperkuat pasukan di Syam,
melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria. Khalid baru
sampai di Syam setelah melakukan perjalanan panjang selama 18 hari. Maka,
bergabunglah kaum muslimin hingga mencapai 26.000 personel. Dia kemudian
mengatur pasukannya dan membaginya dalam beberapa divisi.
Pertempuran
ini terjadi di sebuah pinggiran sungai Yordania yang disebut Yarmuk. Maka,
berkecamuklah perang dengan sangat sengitnya. Beliau memimpin pasukan
berkekuatan 26.000 personil menghadapi tentara Romawi berkekuatan lebih dari
100.000 dibawah panglima Theodore, saudara Heraklius, di pertempuran itu,
tentara islam memperoleh kemenangan, mencoreng muka dan memalukan Heraklius
sehingga beliau meninggalkan Hims, melarikan diri ke Anthakiah, saat Khalid ibn
al-Walid dan pasukannya memenangkan perang di Ajnadain. Pada saat perang sedang
berkecamuk dengan sengitnya, datang kabar bahwa Khalifah Abu Bakar meninggal
dunia dan Umar menjadi penggantinya. Khalid di turunkan dari posisinya sebagai
panglima dan segera diganti oleh Abu Ubaidah Ibnu-Jarrah. Peristiwa ini terjadi
pada bulan Jumadil Akhir tahun 13 H/634 M.
Satu
hal yang perlu dicatat dari peristiwa di atas yang mengundang decak kagum dan
rasa kebanggaan adalah sikap Khalid bin Walid. Tatkala dia dinyatakan
diturunkan dari posisinya sebagai panglima perang, dia menerimanya dengan
lapang dada dan penuh rela. Padahal, saat itu dia sedang berada di puncak
kemenangan yang sangat gemilan. Lebih hebatnya lagi dia terus berperang dengan
serius dan ikhlas di bawah pimpinan panglima baru. Hal serupa juga pernah
dilakukan oleh Abu Ubaidah tatkala dia menerima dengan lapang dada tatkala dia
diturunkan dari posisinya sebagai panglima perang oleh Abu Bakar dan digantikan
oleh Khalid bin Walid.
Ini merupakan
sebuah peristiwa dalam sejarah Islam yang sangat indah dan akan sangat
senantiasa dikenang sepanjang zaman.
III.
Berakhirnya
kekhalifahan Abu-Bakar
Khalifah
Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 634 M. dalam usia
sekitar 62 tahun. Ia di makamkan di samping makam Rasullulah Saw. Ada pelajaran
menjelang wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq, ia memegang tampuk pemerintahan
sepeninggalan Rasulullah Saw. Periode pemerintahan yang singkat yaitu selama
dua tahun tiga bulan sepuluh hari , di tandai oleh keteguhannya meneruskan
kebijakan Rasulullah Saw. dalam berbagai bidang, kendati tidak jarang di
usulkan untuk diubah.
2.
Kehalifahan
Umar bin Khattab Ra. (13-23 H/634-644 M)
I
Sosok
Khalifah Umar bin Khattab
Umar
bin Khattab lahir di Makkah pada tahun 583 M, 12 tahun lebih muda dari Nabi
Muhammad Saw. Nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul
al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin
Lu’ay. Ayahnya bernama Nufail ibnu Abdul ‘uzza al-Quraisyi, berasal dari suku
Bani Adi, suku yang sangat terpandang dan berkedudukan tinggi di kalangan
orang-orang Quraisy. Sedangkan, ibunya bernama Hantamah binti Hasyim bin
Mughirah bin Abdillah. Silsilahnya berhubungan dengan Nabi Muhammad Saw pada
generasi ke delapan, yaitu Fihr. Umar adalah khalifah kedua yang menggantikan
Abu Bakar ash-Shiddiq.
Umar
bin Khattab digelari al-Faruq karena ia masuk Islam secara terang-terangan
ketika yang lain menyembunyikan keislaman mereka. Sebagaimana dikatakan oleh
Ibnu Quthaibah, di dalam Al-Haritsi (2006), Umar bin Khattab adalah orang yang
membedakan antara yang haq dan yang bathil.Umar bin Khattab merupakan salah
satu sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi Muhammad Saw dan Abu Bakar
Ra. Peranan Umar bin Khattab dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang
paling menonjol karena perluasan wilayahnya, selain kebijakan-kebijakan
politiknya. Penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan khalifah Umar bin
Khattab menjadi fakta yang diakui oleh para sejarahwan. Bahkan, ada yang
mengatakan, jika tidak karena penaklukan-penaklukan yang dilakukan pada masa
Umar bin Khattab, Islam belum tentu bisa berkembang seperti zaman sekarang.
Selama
menjadi khalifah, Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin yang sangat
disayangi rakyatnya karena perhatian dan tanggung jawabnya yang luar biasa.
Salah satu kebiasaannya adalah melakukan pengawasan langsung dan sendirian
berkeluling kota mengawasi kehidupan rakyatnya. Umar bin Khattab adalah seorang
mujtahid yang ahli dalam membangun negara besar yang ditegakkan atas
prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan persaudaraan sebagaimana yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam banyak hal, khalifah Umar bin Khattab
dikenal sebagai tokoh yang sangat bijaksana dan kreatif, bahkan genius.
Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar bin Khattab membuat kedudukannya semakin
dihormati di kalangan masyarakat Arab, sehingga kaum Quraisy memberinya gelar
“Singa padang pasir”, dan karena kecerdasan dan kecepatan dalam berpikirnya, ia
dijuluki “Abu Faiz”.
Secara
fisik, Umar bin Khattab memiliki postur tubuh yang tegap dan kuat, wataknya
keras, pemberani, dan tidak mengenal gentar, pandai berkelahi, serta siapapun
musuh yang berhadapan dengannya akan bertekuk lutut, ia memiliki kecerdasan
yang luar biasa, mampu memperkirakan hal-hal yang akan terjadi di masa yang
akan datang, serta tutur bahasanya halus dan bicaranya fasih. Selain itu, ia
orang yang berwibawa. Tentang keluasan ilmu yang dimilikinya, Nabi Muhammad sendiri
yang menyatakan hal itu.
II
Umar
bin Khattab Diangkat menjadi Khalifah
Sebelum
wafat, Khalifah Abu Bakar telah menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya.
Penunjukkan ini berdasarkan pada kenangan Abu Bakar tentang pertentangan yang
terjadi antara kaum Muhajirin dan Anshar. Ia khawatir kalau tidak segera
menunjuk pengganti dan ajalnya datang, maka dikhawatirkan timbul pertentangan
di kalangan umat Islam, yang mungkin dapat lebih parah daripada ketika Nabi
Muhammad Saw wafat dahulu. Ketika mengangkat Umar bin Khattab sebagai khalifah,
Abu Bakar terlebih dahulu bermusyawarah dengan para sahabat senior, seperti
Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin
Ubaidillah, Usaid bin Khudur, dan beberapa sahabat lainnya. Mereka menyetujui
usulan Abu Bakar untuk mengangkat Umar sebagai penggantinya. Pada saat itu
pula, Umar di baiat oleh kaum muslimin, dan secara langsung diterima sebagai
khalifah resmi yang akan menuntun umat Islam pada masa yang penuh dengan
kemajuan dan siap membuka cakrawala di dunia muslim. Umar diangkat sebagai
khalifah pada tahun 13H/634M.
III
Perkembangan
Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab
a.
Bidang
Militer
Pada saat Umar
bin Khattab menjabat sebagai khalifah, beberapa golongan ekspansi perluasan
wilayah dilakukan. Berikut uraian selengkapnya:
Perluasan Islam
ke Syria dan jatuhnya kota Damaskus
Ketika
kekhalifahan Abu Bakar, ekspansi ke wilayah Syria sudah dirintis, tetapi belum
tuntas secara keseluruhan. Sebelum kawasan ini dikuasai, Abu Bakar sudah
dipanggil oleh Allah Swt. Perang ini dinamakan Perang Yarmuk, yaitu perang
antara pasukan muslim dengan tentara Bizantium, yang dipimpin oleh Khalid bin
Al-Walid. Setelah Umar menjabat sebagai khalifah, pemimpin pasukan diganti oleh
Abu Ubaidah bin Jarrah. Dalam pertempuran ini, kaum muslimin berhasil
memenangkan perang dan berhasil menaklukkan kota Damaskus yang menjadi ibukota
Syria pada tahun 636M.
Setelah
berhasil menguasai Yarmuk, pasukan Islam berhasil mengalahkan kota Ajnadain,
kemudian diikuti jatuhnya kota Beyrut, Tyrus, Jatta, Sidon, Uka, Askalon, Giza,
dan kota Ramla. Sedangkan pasukan Romawi melarikan diri ke Baitul Maqdis dank e
Caisaria, sehingga pertempuran ini diakhiri dengan pertempuran besar di Baitul
Maqdis.
Jatuhnya kota
Baitul Maqdis
Ketika pasukan
Islam menyerang Yerusalem, tentara Romawi Timur dipimpin oleh Jenderal aretion
dengan benteng-benteng pertahanan yang kuat. Peristiwa ini menyebabkan rakyat
hamper mati kelaparan, sehingga wali kotanya membuat pernyataan yang isinya,
tentara Romawi di Syria menyerah kalah. Kota Baitul Maqdis pun diserahkan
dengan syarat yang menerima Khalifah Umar bin Khattab sendiri.
Pada tahun 637
M setelah pengepungan selama 4 bulan terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya
berhasil mengambil alih kota tersebut. Ketika itu, Umar diberikan kunci untuk
memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk shalat di dalam gereja
(Church of the Holy Sepulchre). Akan tetapi, Umar memilih untuk shalat di
tempat lain agar tidak membahayakan gereja. Sekitar 55 tahun kemudian, Masjid
Umar didirikan ditempat ia shalat.
Setelah jatunya
kota Baitul Maqdis, berarti seluruh daerah Syria jatuh ke tangan Islam. Pertempuran
mengalahkan Syria itu memakan waktu kurang lebih 6 tahun.
b.
Pengembangan
Islam di Persia (Iran)
Penyebaran
Islam ke Persia sudah dimulai sejak kekhalifahan Abu Bakar. Akan tetapi,
tentara Islam selalu terdesak oleh pasukan Kisra Yazdajird III karena jumlah
pasukan Islam di Persia sangat sedikit. Saat itu, pasukan Islam banyak
dipusatkan di Syria.
Pada era
pemerintahan khalifah Umar bin Khattab, dan setelah pertempuran di Syria
selesai, maka pasukan Islam dipusatkan ke Persia untuk menyelesaikan perang.
Perang di mulai dari kota Cadesia. Setelah kemenangan di Cadesia, pasukan Islam
bertutut-turut mengalahkan kota Madain (ibukota Persia), Nahawan, dan
mengalahkan Kisra Yazdajird III higga ia tewas.
c.
Penyebaran
Islam di Mesir
Ketika Islam
mulai menapaki kejayaannya, bangsa Mesir masih dikuasai oleh bangsa Romawi
Timur. Saat itu, penduduk Mesir sudah mendengar harumnya nama pasukan Islam.
Berita yang mereka dengar itu mengenai sikap-sikap pasukan Islam, seperti
bersikap pembebas dari segala penindasan, pandai menyesuaikan diri dan peramah
dalam bergaul, serta member kemerdekaan beragama kepada semua penduduk dan
menghormati agama lain.
Pada saat itu,
bangsa Romawi membebani penduduk Mesir dengan pajak yang sangat berat. Mereka
diwajibkan membayar pajak badan, pajak perusahaan dan segala macamnya, pajak
ternak, pajak hasil bumi, peniagaan, perahu, perhiasan rumah tangga, dan
lain-lainnya. Bahkan pajak lalu lintas, berkendaraan, jalan kaki, saudagar
maupun orang miskin, bahkan upacara kematian pun ada pajaknya. Orang-orang
Mesir pun masih harus menjamu dan memenuhi segala kebutuhan para pembesar
Romawi apabila memasuki perkampungan mereka.Oleh karena itu, penduduk Mesir
sangat mengharapkan kedatangan pemimpin baru yang dianggap sebagai pembebas
bangsa Mesir, yaitu pasukan Islam untuk mengusir bangsa Romawi Timur yang
menjajah Mesir.
Setelah umat
Islam menaklukkan Syam dan Palestina, Amru bin Ash memohon kepada Khalifah Umar
bin Khattab untuk membebaskan Mesir. Ia menerangkan kepada Khalifah betapa kaya
dan suburnya bumi lembah Nil dan betapa penting letaknya menurut ilmu
penerangan. Ia juga menyatakan bahwa menaklukkan Mesir sama dengan menguatkan
kekuatan Islam di Syam dan Palestina dan member perlindungan daerah itu dati
serangan musuh di sebelah selatan.
Semula khalifah
Umar bin Khattab bimbang untuk mengabulkan permintaan Amru bin Ash, karena ia
takut kalau pengiriman tentara ke Mesir bisa mendatangkan kerugian besar.
Khalifah belum berani memperluas daerah daulah Islam selama kekuasaanya belum
benar-benar kuat di negeri yang telah ditaklukkan. Akan tetapi, karena Amru bin
Ash meminta berulang-ulang dengan alasan dan keterangan yang bagus, akhirnya
dikabulkanlah permintaan itu.
Kemudian,
berangkatlah Amru bin Ash dengan membawa 4.000 orang tentara ke tanah Mesir.
Meskipun jumlah ini amat sedikit bila dibandingkan dengan pekerjaan besar yang
akan dihadapinya, namun Amru bin Ash tidak keberatan karena ia yakin bahwa bila
nanti telah berhadapan dengan orang Romawi di negeri Mesir, Khalifah tidak
dapat menolak bila dimintai mengirim bala bantuan pasukan.Ketika sampai ke
El-‘Arisy, pasukan Amru bin Ash menaklukkan kota ini dengan tidak mendapatkan
perlawanan, kemudian terus ke Alfarma, kota tua yang berbenteng kuat dan ketika
itu menjadi pintu gerbang Mesir dari sebelah Timur. Kota ini dikepung selama
sebulan, dan pada bulan Muharram tahun 19H (januari 640M), walikota daerah ini
menyerah kepada pasukan Islam. Dari Alfarma pasukan Islam terus ke Bilbis, dan
di kota ini bertemu dengan Panglima Aretion yang telah melarikan diri ke Mesir
sebelum Yerusalem menyerah. Kota ini dapat direbut pasukan Amru bin Ash sesudah
berperang selama 1 bulan.
Ketika Amru bin
Ash mengalami kendala dalam menghadapi tentara Romawi yang jumlahnya berlipat
ganda, maka ia meminta bala bantuan kepada khalifah. Khalifah Umar bin Khattab
segera mengirim 4.000 bala tentara di bawah pimpinan 4 orang pahlawan ternama,
yaitu Zubair bin Awwam, Muqdad bin Aswad, Ubadah bin shamit dan Maslamah bin
Mukhallad. Setelah mendapatkan bala bantuan, panglima Amru bin Ash melakukan
pengepungan terhadap benteng Babil yang juga dinamai Istana Lilin. Pengepungan
ini dimulai pada awal bulan September 640M. Babil merupakan benteng yang
terkuat pada saat itu, pagarnya kokoh, menaranya tinggi-tinggi, dan hamper
seluruhnya dikelilingi oleh sungai Nil. Pengepungan ini berlangsung selama
tujuh bulan. Pada bulan April 641 M, laskar Islam menyerbu masuk benteng dan
berhasil menguasainya setelah terlibat pertempuran. Setelah benteng Babil jatuh
ke tangan pasukan Amru bin Ash, pasukan Islam menuju Iskandariah. Dalam
perjalanannya ke kota itu, mereka berhasil menaklukkan beberapa benteng Romawi
yang lain. Setelah melakukan pengepungan selama kurang lebih empat belas bulan,
pasukan Islam dapat menguasai kota Iskandariah. Akhirnya, kota perniagaan yang
besar itu jatuh ke tangan laskar Islam sesudah mereka bertempur habis-habisan.
Setelah jatuhnya kota Iskandariah, penaklukan kota-kota yang lain menjadi lebih
mudah. Setelah itu, berakhirlah kekuasaan Romawi dari bumi Mesir.
b.
Bidang
politik
Dalam masa
pemerintahannya, Khalifah Umar bin Khattab telah membentuk sebuah lembaga yang
bernama ahlul hall wa aqdi atau lembaga penengah dan pemberi fatwa. Lembaga ini
terdiri atas wakil-wakil rakyat yang duduk sebagai anggota majlis syura, yang
terdiri dari alim ulama dan kaum cendekiawan yang menjadi pemimpin-pemimpin
rakyat dan dipilih atas mereka.
Secara umum,
lembaga ini terdiri atas beberapa bagian, diantaranya adalah sebagai berikut:
Majlis Syura
(Dewan Penasehat), ada tiga bentuk:
·
Dewan
Penasehat Tinggi, yang terdiri dari para pemuka sahabat yang terkenal, antara
lain Ali bin Abi Tholib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin
Jabbal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Thalhah, dan Zubair.
·
Dewan
Penasehat Umum, terdiri atas banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) serta pemuka
berbagai suku, yang bertugas membahas masalah-masalah yang menyangkut
kepentingan umum.
·
Dewan
antara Penasehat Tinggi dan Umum. Beranggotakan para sahabat (Anshar dan
Muhajirin) yang dipilih hanya untuk membahas masalah-masalah khusus.
·
Al-Katib
(Sekretaris Negara), diantaranya adalah Abdullah bin Arqam.
·
Nidzamul
Maly (Departemen Keuangan) mengatur masalah keuangan dengan pemasukan dari
pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’, dan lain-lain.
·
Nidzamul
Idary (Departemen Administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan kepada
masyarakat, diantaranya adalah diwanul jund yang bertugas menggaji pasukan
perang dan pegawai pemerintahan.
·
Departemen
Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam negara.
Departemen pendidikan dan lain-lain.
Pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab, lembaga-lembaga
tersebut belumlah terbentuk secara resmi, dalam arti secara de jure belum
terbentuk, tetapi secara de facto telah dijalankan tugas-tugas badan tersebut.
Meskipun demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, khalifah Umar bin
Khattab senantiasa mengedepankan musyawarah dengan para sahabat.
c.
Bidang
ekonomi
Selama masa pemerintahannya, ada beberapa kebijakan yang diterapkan
oleh Khalifah Umar bin Khattab terkait bidang ekonomi. Diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Al-Kharaj
Sebelum Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah, kaum muslimin
diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan berperang.
Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan pemilik
semula, tetapi bertalian dikenakan pajak tanah (al-kharaj).
2.
Ghanimah
Semua harta rampasan perang dimasukkan kedalam Baitul Mal sebagai
salah satu pemasukan negara untuk membantu rakyat. Ketika itu, peran diwanul
jund sangat berarti dalam mengelola harta tersebut.
Menurut catatan sejarah, pembangunan Baitul Mal dilatarbelakangi
oleh kedatangan Abu Hurairah yang ketika itu menjabat sebagai gubernur Bahrain
dengan membawa harta hasil pengumpulan pajak al-kharaj sebesar 500.000 dirham.
Karena jumlahnya sangat besar, Khalifah Umar bin Khattab mengambil inisiatif
memanggil dan mengajak bermusyawarah para sahabat terkemuka tentang penggunaan
dana Baitul Mal tersebut. Setelah melalui diskusi yang cukup panjang, Khalifah
Umar bin Khattab memutuskan untuk tidak mendistribusikan harta Baitul Mal,
tetapi disimpan sebagai cadangan, baik untuk keperluan darurat, pembayaran gaji
para tentara, maupun berbagai kebutuhan umat lainnya.
Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar bin Khattab
mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti:
Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk
mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam
peperangan.
Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Bertanggung jawab atas pembayaran
gaji para hakim dan pejabat eksekutif.
Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini
mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta
keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
Departemen Jaminan Sosial. Berfungsi untuk mendistribusikan dana
bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.
Pemerataan zakat
Di dalam Al-Haritsi (2006), ada beberapa kebijakan tentang fiqh
ekonomi yang diterapkan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab.
Berikut ringkasannya:
Memberikan lahan tanah kosong yang tidak ada pemiliknya kepada
rakyat agar dijadikan lahan produktif untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Mempekerjakan tawanan yang memiliki keterampilan dan mengizinkannya
untuk tinggal di Madinah.
Khalifah Umar bin Khattab sangat memotivasi aktivitas perdagangan
pada masanya.
Memperhatikan aktivis pengajar dengan memberikannya gaji.
Menghimbau kepada rakyatnya untuk senantiasa melakukan kegiatan
yang produktif.
Khalifah Umar bin Khattab memberikan pinjaman modal kepada
rakyatnya yang tidak memiliki modal usaha.
Ketika mereka tidak mampu bekerja, Khalifah Umar sendiri yang turun
tangan membantu mereka bekerja.
Menghimbau kepada para hamba sahaya untuk berdagang, dan hasilnya
digunakan untuk membayar angsuran untuk memerdekakan diri mereka.
Kahlifah Umar bin Khattab juga menghimbau sanak keluarganya untuk
berproduksi. Ia tidak hanya menghimbau rakyatnya untuk berproduksi, sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Aisyah Ra, “ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, ia
dan keluarganya makan dari Baitul Mal, dan ia bekerja dalam hartanya sendiri.”
c.
Berakhirnya
Kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab
Masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab berlangsung selama 10
tahun 6 bulan, yaitu dari tahun 13 H/634 M sampai tahun 23 H/644 M. Beliau
wafat pada usia 64 tahun. Beliau meninggak pada tahun 644 M karena ditikam oleh
Fairuz (Abu Lukluk), budak Mughirah bin Abu Sufyan dari perang Nahrrawain yang
sebelumnya adalah bangsawan Persia.
Sebelum meninggal, khalifah Umar bin Khattab mengangkat Dewan
Presidium untuk memilih khalifah pengganti dari salah satu anggotanya. Mereka
adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi
Qaqash, dan Abdurrahman bin Auf. Sedangkan putranya (Abdullah bin Umar), ikut
dalam dewan tersebut, tetapi tidak boleh dipilih, hanya member pendapat saja.
Akhirnya, Utsman bin Affan yang terpilih setelah terjadi perdebatan yang sengit
antar anggotanya.
3.
Utsman
bin Affan
I
Biografi
Utsman bin Affan
Utsman
bin Affan memiliki nama lengkap utsman bin Affan bin Abdillah bin Umayyah bin
‘Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushayi. Beliau dilahirkan pada tahun 576 M di
Thaif. Ibunya adalah Urwah putri Ummu Hakim al-Baidha, keturunan Abdul
Muthalib. Ayahnya, Affan adalah seorang saudagar yang kaya raya dari suku
Quraisy Umayyah. Nasab Utsman melalui nasab ibunya bertemu dengan nasab Nabi
Muhammad SAW. Pada Abdi Manaf bin Qushayi. Utsman bersambung melalui Abdul
Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf.
Utsman
bin Affan dilahirkan dan tumbuh ditengah lingkungan kaum Quraisy, suku yang
paling terhormat di Makkah. Setelah dewasa beliau menikahi putri Nabi, yaitu
Sayyidah Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Karena menikah dengan kedua putri Nabi
Muhammad SAW maka beliau mendapat julukan Dzu-Nurain. Selama hidupnya, Utsman
pernah menikah dengan delapan wanita. Dari pernikahannya itu utsman dikarunia
Sembilan putra dan enam putri.
Sejak
sebelum masuk Islam Utsman memang terkenal sebagai pedagang yang sangat kaya
raya, beliau juga bukan hanya sahabat nabi tetapi juga sebagai penulis wahyu
atau sekretaris Nabi Muhammad SAW. Sebagai pengusaha sukses ketika itu, Utsman
menggunakan hartanya untuk penyebaran dan kehormatan agama Islam. Selain
menyumbang biaya-biaya perang yang tidak sedikit beliau juga mendanai renovasi
masjidil haram di Makkah dan masjid Nabawi di Madinah. Utsman juga juga
berperan aktif sebagai perantara dalam perjanjian Hudaibiyah sebagai utusan
Nabi.
Akhir
hayat sayyidina Utsman adalah ketika beliau dibunuh oleh Hamron bin Sudan
as-Syaqy, Hamron adalah salah satu dari sekelompok orang yang saat itu sedang
berdemonstrasi di rumah Utsman, yang kemudian wafatnya Utsman ini lah yang
menjadi pintu pembuka perepecahan umat Islam. Utsman bin Affan wafat pada hari
Jum’at tanggal 18 Dzhulhijjah 35 H yang kemudian dimakamkan di Baqi’, Madinah.
II
Perkembangan
Islam pada Masa Khalifah Utsman bin Affan
Pada
kepemimpinannya, Khalifah Utsman bin Affan banyak menghadapi masalah politik
yang cukup serius. Masa enam tahun pertama kebijaksanaanya berjalan cukup baik.
Akan tetapi, masa enam tahun terakhir terjadi banyak peristiwa yang berdampak
negative bagi pemerintahannya. Meskipun demikian, cukup banyak keberhasilan
yang dicapai oleh khalifah Utsman bin Affan dalam mengembangkan dan menyebarkan
Islam. Berikut beberapa pencapaian pada masa pemerintahannya:
a.
Pembukuan
al-Qur’an
Salah
satu karya monumental yang dipersembahkan khalifah Utsman kepada umat Islam
adalah penyusunan itu ialah untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan serius dalam
bacaan al-Qur’an. Penyeragaman bacaan dilakukan karena pada masa nabi SAW,
karena beliau memberikan kelonggaran-kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab
untuk membaca dan menghafalkan al-Qur’an sesuai lahjah (dialek) masing-masing.
Seiring bertambah luasnya wilayah Islam dan banyaknyabangsa-bangsa yang memeluk
agama Islam, Pembaca pun menjadi semakin bervariasi. Akhirnya sahabat Hudzaifah
bin Yaman mengusulkan kepada utsman untuk menyeragamkan bacaan.
Pada
akhir 24 H awal 25 H, Utsman membentuk panitia yang diketuai oleh Zaid bin
Tsabit untuk menyalin mushaf yang disimpan oleh Hafsah (salah seorang istri
Nabi) dan menyeragamkan bacaan Qur’an. Panitia ini bekerja dengan cermat,
teliti, dan hati-hati sehingga mengasilkan sebuah mushaf. Sebetulnya karya ini
bukan murni dilakukan khalifah Utsman, karena gagasan itu telah dirintis sejak
kepemimpinan Abu Bakar dan diteruskan oleh Umar bin Khattab. Mushaf Utsmani itu
pun tuntas disusun dan mushaf-mushaf lain yang berbeda dari mushaf utama
diperintahkan untuk dibakar. Kemudian, dewan ini membuat beberapa salinan
naskah al-Qur’an untuk disebarkan keberbagai daerah atau wilayah kegubernuran
sebagai pedoman yang benar untuk masa selanjutnya.
b.
Perluasan
Islam pada Masa Khalifah Utsma bin Affan
Setelah
kepemimpinan Umar bin Khattab, umat Islam berada dalam keadaan yang makmur dan
sejahtera. Kawasan dunia muslim pun bertambah luas. Khalifah Umar berhasil
menciptakan stabilitas sosial politik didalam negeri sehingga beliau dapat
membagi perhatiannya untuk memperluas wilayah Islam. Ketika Utsman menjabat
sebagai khalifah, beliau menerukan sebagian besar garis politik umar. Beliau
melakukan berbagai ekspedisi untuk mendapatkan wilayah-wilayah baru.
Masa
pemerintahan khalifah Utsman memang tidak terputus dengan rangkaian penaklukan
yang dilakukan pada masa pemerintahan khalifah Umar. Ketika itu, Armenia,
Afrika, dan Cyprus telah dikuasai. Kaum muslimin terus memperkokoh kekuatan di
Persia yang telah takluk ditangan mereka sebelumnya. Perluasan itu meliputi
bagian pesisir pantai atau kelautan, karena pada saat itu kaum muslimin telah
memiliki armada laut.
Pada
masa pemerintahannya, khalifah Utsman berhasil menaklukkan negeri Tabaristan
yang dipimpin oleh Said bin Ash. Dikisahkan bahwa dalam penaklukkan ini, kedua
putra Ali bin Abi thalib, yaitu Hasan dan Husain juga turut serta. Selain itu
ada pula Abdullah bin Abbas, Amru bin Ash, dan Zubair bin Awwam.
Saat
itu pasuka muslimin juga berhasil menumpas pendurhakaan dan pemberontakan yang
terjadi dibeberapa daerah yang telah berada dibawah kekuasaan Islam pada zaman
khalifah Umar. Pendurhakaan itu ditimbulakan oleh pendukung-pendukung
pemerintah yang lama atau pemerintah sebelum daerah itu berada salam kekuasaan
Islam yang hendak mengembalikan kekuasaannya. Daerah tersebut antara lain
adalah Khurasan dan Iskandariah.
Pada
tahun 25 H, penguasa di Iskandariah mengingkari perjanjian yang telah
disepakati pada masa khalifah Umar. Mereka dihasut oleh bangsa Romawi yang
memberikan jani muluk-muluk. Maka utsman pun memerintahkan gubernur Amru bin
Ash yang ketika itu menjabat sebagai penguasa di Mesir untuk memerangi
Iskandariyah, sehingga akhirnya penguasanya mengutus dutanya untuk membuat
perjanjian dan kembali tunduk kepada kerajaan Islam di Madina. Sementara itu,
untuk memadamkan pemberontakan di Khurasan, pada tahun 31 H, Khalifah utsman
mengirim Abdullah bin Amir, gubernur Basrah, bersama sejumlah besar tentara
untuk menaklukkan kembali mereka. Terjadilah perang antara tentara Islam dengan
penduduk Merv, Naisabur, Nama, Hirang, Fusang, Bigdis, Merv As-Syahijan, dan lain-lain
dari penduduk wilayah Khurasan. Dalam perang ini, kaum muslimin berhasil
menaklukkan kembali wilayah Khurasan. Dalam waktu yang tidak terlalu lama,
daerah-daerah juga berhasil dikuasi.
Menurut
para ahli sejarah, pemerintahan khalifah Utsman bin Affan merupakan zaman
keemasan. Pada saat itu tentara Islam mendapat kemenagan yang luar biasa, satu
demi satu dan mereka dapat menguasai beberapa negeri yang sebelumnya berada
dibawah kekuasaan Romawi Persia dan Turki. Dalam waktu yang cukup singkat, umat
Islam pada saat itu telah sampai pada puncak kekuasaan dan kekuatan dibidang
kemiliteran, yang tidak dirauh oleh zaman-zaman sesudahnya.
Kemajuan
pada masa pemerintahan Utsman memang sangat luar biasa. Hal ini juga berkat
jasa para panglima yang ahli dan berkualitas sehingga peta Islam menyebar
sangat luas dan bendera Islam berkibar dari perbatasan Aljazair (Barqah,
Tripoli, Cyprus di front al-maghrib, bahkan ada sumber yang mengatakn sampai ke
Tunisia). Di al-maghribi, di Utara sampai ke Aleppo dan sebagian Asia kecil,
ditimur laut sampai ke Ma wara al-Nahar-Transoksania, dan di Timur seluruh
Persia bahkan sampai keperbatasan Balucistan(sekarang wilayah Pakistan), serta
Kabul dan Ghazni. Selain itu khalifah Umar juga berhasil membentuk armada laut
dengan kapalnya yang kokoh dan menghalau serangan-serangan dilaut Tengah yang
dilancarkan oleh tentara Bizantium dengan kemenangan pertama kali dilaut dalam
sejarah Islam.
Menurut
catatan para ahli sejarah, pemerintah khalifah Utsman menjadi dua periode,
yaitu periode enam tahun pertama merupakan masa pemerintahan yang baik,
sedangkan enam tahun terakhir merupakan masa pemerintahan yang buruk. Pada
akhir pemerintahannya, terjadi banyak konflik, seperti tuduhan akhir
pemerintahannya, terjadi banyak konflik, seperti tuduhan nepotisme dan
pemborosan uang Negara.
Tuduhan
pemborosan uang Negara karena Utsman dianggap terlalau boros mengambil uang
Baitul Mal untuk diberikan kepada kerabatnya, sedangkan tuduhan nepotisme
karena utsman dianggap mengangkat pejabat-pejabat yang merupakan kerabatnya.
Padahal, tuduhan ini ternukti tidak benar karena tidak semuanya pejabat yang
diangkat merupakan kerabatnya. Selain itu, meskipun kerabatnya sendiri, jika
pejabat tersebut melakukan kesalahan, maka Utsman tidak segan-segan menghukum
dan memecatnya.
Sayangnya
tuduhan nepotisme itu terlalu kuat sehingga banyak yang beranggapan bahwa
Utsman melakukan tindakan yang salah. Hal ini diperkuat dengan adanya golongan
Syi’ah, yaitu golongan yang sangat fanatic terhadap Ali dan berharap Ali yang
menjadi Khalifah, bukan Utsman.
4.
Ali
bin Abi Thalib
a.
Biografi
Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi
Thalib khalifah terakhir menurut pandangan sunni. Namun bagi Islam Syi’ah
adalah khalifah pertama dan imam pertama dari 12 imam syi’ah. Ali dilahirkan di
Makkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Ali bernama asli
Haydar bin Abu Thalib. Sayyidina Ali dilahirkan dari pasangan Abu Thalib bin
Abdul Muthalib dengan Fatimah binti As’ad, keduanya masih keturunan bani
Hasyim. Beliau dalah generasi pertama
yang memeluk Islam setelah Sayyidati Khadijah binti Khuwailid, tepatnya sesaat
setelah al-Qur’an memerintahkan Nabi untuk memberi peringatan kepada
kerabat-kerabatnya. Pada saat itu, Ali baru berusia 10 tahun.
Ali adalah
seorang pemberani yang tidak takut kepada siapapun. keberaniannya dimedan
perang tidak ada yang meragukan keberania Ali sudah terlihat sejak remaja.
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah Ali dinikahkan oleh Nabi dengan
putri kesayangannya, Fatimah az-Zahra. Nabi menimbang bahwa Ali yang paling
tepat dinikahkan dengan putrinya dalam banyak hal, seperti nasab keluarga, yang
paling dulu mempercayai kenabian dan banyak hal lainnya.
Ali adalah
sahabat yang disegani karena kecerdasannya dengan memiliki banyak macam ilmu
pengetahauan, baik soal hukum, rahasia ketuhanan, maupun segala persoalan
keagamaan secara teoritis dan praktis. Selain cerdas, Ali juga dikenal sebagai
panglima perang yang gagah perkasa. keberaniannya diakui oleh kaum muslimin dan
mampu menggetarkan hati lawan-lawannya. Karena keberaniannya tersebut maka
banyak masyarakat menganggap bahwa yang patut menjadi khalifah setelah kenabian
Nabi Muhammad adalah hanya Sayyidina Ali. Sampai ketika pada masa Utsman bin
Affan Ali sering memberi nasehat agar Utsman tetap tegas terhadap kaum atau
kerabat Ali yang melakukan penyelewengan
yang mengatas namakan dirinya. Hal ini mengakibatkan pemberontakan pada tahun
35 H/ 656 M yang akhirnya sayyidina Utsman tebunuh.
b.
Perkembangan
Islam pada Masa Ali bin Abi Thalib
Meskipun banyak
pergolakan yang terjadi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, banyak hal yang
dilakukan dalam usaha pengembangan Islam, baik perkembangan dalam bidang
sosial, politik, militer, dan ilmu pengetahuan. Berikut beberapa keberhasilan
yang dicapai pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib.
c.
Perkembangan
dalam Bidang Pemerintahan
Pada masa
pemerintahan Ali, kondisi kaum muslimin sudah sangat jauh berbeda dengan
masa-masa sebelumnya. Pada masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar, kebersamaan
dan persatuan mereka masih sangat kental terasa, mereka banyak tugas yang harus
diselesaikan, seperti melakukan perluasan wilayah Islam dan lain sebagainya.
Selain itu kehidupan masyarakat Islam saat itu masih sangat sederhana karena
belum banyak terpengaruh oleh kemewahan duniawi, kekayaan dan kedudukan.
Usaha-usaha sayyidina Ali dalam mengatasi persoalan itu tetap dilakukan,
meskipun ia mendapat tantangan agar masyarakat merasa aman, tentram, dan
sejahtera.
Setelah
diangkat menjadi khalifah, dalam bidang pemerintahan ada beberapa hal yang
langsung dilakukan oleh khalifah Ali, diantaranya adalah sebagai berikut:
d.
Mengganti
Gubernur yang diangkat khalifah Utsman bin Affan
Semua gubernur
yang diangkat oleh Sayyidina Utsman terpaksa diganti karena banyak masyarakat
yang tidak menyukainya. Menurut pengamatan Ali, para gubernur inilah yang
menyebabkan timbulnya berbagai gerakan pemberontakan terhadap pemerintahan
khalifah Utsman bin Affan. Mereka melakukan itu karena khalifah Utsman pada
paruh kedua masa kepemimpinannya tidak mampu lagi melakukan control terhadap
para penguasa yang ada dibawah pemerintahannya. Berdasarkan pengamatan inilah
sayyidina Ali mencopot mereka. Adapun beberapa gubernur yang diangkat khalifah
Ali sebagai pengganti adalah:
ü Kuwait, Abu Musa al-Asy’ari diganti Ammarah bin Syahab
ü Mesir, Abdullah bin Sa’ad diganti khais bin Tsabit
ü Basyrah, Abdullah bin Amr diganti Usnab bin Hany al Anshori
e.
Menarik
Kembali Tanah Milik Negara
Pada masa
pemerintahan Utsman, banyak para kerabat yang mendapatkan fasilitas dalam
berbagai bidang, sehingga diantara meraka yang kemudian merongrong pemerintahan
dan harta kekayaan Negara. Oleh karena itu Ali berusaha menarik kembali semua
tanah pemberian Khalifah Utsma kepada keluarganya untuk dijadikan milik Negara.
Usaha yang
dilakukan Ali banyak sekali tantangan serta perlawanan dari penguasa dan
kerabat Utsman. Tantangan terbesar datang dari Muawiyyah bin Abu Sufyan. Untuk
menghambat gerakan khalifah Ali, Muawwiyah menghasut para sahabat lain supaya
menentang rencana khalifah Ali. Hal ini menyebabkan Ali wafat ditangan
orang-orang yang tidak menyukainya.
f.
Perkembangan
Bidang Politik Militer
Sayyidina Ali
terkenal sebagai pahlawan yang gagah berani, penasihat yang bijaksana,
penasihat hukum yang ulung dan pemegang tegus tradisi. Pada masa
pemerintahannya, Khalifah Ali berhasil mengorganisasi polisi sekaligus
menetapkan tugas-tugas mereka. Dalam bidang kemiliteran, kaum muslimin berhasil
meluaskan wilayah kekuasaan Islam. Misalnya setelah pemberontakan di Kabul dan
Sistan ditumpas, pasukan muslimin melakukan invasi laut. Ali juga mendirikan
pemukiman militer diperbatasan Syiria sambil meperkuat daerah kekuasannya,
beliau juga membangun benteng-benteng yang tangguh diutara perbatasan Parsi.
g.
Perkembangan
Bidang Ilmu Bahasa
Selain sebagai
pejuang tangguh dan pemberani, khalifah Ali bin Abi Thalib juga merupakan salah
satu tokoh sastra yang hebat. Ia menulis syair dan beberapa prosa(terutama
berupa surat dan nasehat). Selain itu, ia juga dikenal sebagai ahli retorika
dikalangan kaum muslimin, ia mampu memperkaya sastra dunia dengan berates-ratus
pidatonya yang mempunyai nilai sastra yang tinggi. Pada zaman sayyidina Ali
juga berhasil mengembangkan seni kaligrafi kufi.
h.
Perkembangan
Bidang Pembangunan
Salah satu
keberhasilan dibidang bangunan pada masa khalifah Ali adalah dalam masalah tata
kota. Satu kota yang berhasil dibangun adalah kota Kuffah di Irak dengan tujuan
politis untuk pertahanan wilayah kekhalifahan, Akan tetapi lama kelamaan kota
ini sangat ramai dikunjungi bahkan menjadi pusat perngembangan ilmu
pengetahuan.
i.
Bidang
Ekonomi
Dalam sektor
pertanian, Ali mengelola beberapa tanah atau lahan yang telah diambilnya dari
bani Umayyah dan para penduduk lainnya. Hal ini untuk menambah devisa Negara.
Sayyidina Ali juga mengelola dan melestarikan Baitul Mal, yang mana harta dan
kekayaan masyarakat dikembalikan kepada rakyat dengan adil dan merata.
j.
Perkembangan
Kebudayaan dan Pendidikan
Usaha-usaha Ali
dalam mengembangkan kebudayaan dan pendidikan diantaranya adalah: Mendirikan
beberapa madrasah sebagai tempat memberikan pelajaran dalam bentuk khalaqah di
masjid atau tempat pertemuan lainnya
Sayyidina Ali
juga mengembangkan ilmu pengetahuan, disebabkan karena perluasan wilayah Islam
sampai keluar dari kalangan Arab. Oleh karena itu Ali mengutus Abu-al-Aswad
al-Dauli untuk mengarang pokok-pokok ilmu nahwu, sehingga selain orang Arab
dapat memahami dengan mudah pengetahuan yang ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
agama, 2009, Ensiklopedi Islam Jilid III
, Jakarta: Depag
Arif Setiawan,
2002, Islam di Masa Umar bin Khathab, Jakarta: Hijri Pustaka
Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Abu_Bakar_Ash-Shiddiq diakses Rabu/11 Oktober 2017
Abdul,Syukur.
2014. Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Yogyakarta:Serambi Semesta
Distribusi
Sebagaimana
Yang Dilakukan Rasulullah Saw., Abu Bakar Tidak Membuat Ketentuan Khusus
Ttenttang Jenis Dan Kadar Jizyah. Pada Masa Itu, Jizyah Dapat Berupa Emas,
Perhiasan, Pakaian, Kambing, Inta, Atau Benda-Benda Lainya.
Muhammad Hasbi Ash-Shidiqy, Sejarah
dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an /Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989)
Muhammad Hasbi Ash-Shidiqy, Sejarah
dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an /Tafsir,
[1]
Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Abu_Bakar_Ash-Shiddiq diakses Rabu/11 Oktober 2017
[2] Abdul,Syukur.
2014. Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Yogyakarta:Serambi Semesta Distribusi,
Hal.68
[3] Sebagaimana Yang
Dilakukan Rasulullah Saw., Abu Bakar Tidak Membuat Ketentuan Khusus Ttenttang
Jenis Dan Kadar Jizyah. Pada Masa Itu, Jizyah Dapat Berupa Emas, Perhiasan,
Pakaian, Kambing, Inta, Atau Benda-Benda Lainya.
[4] Muhammad Hasbi
Ash-Shidiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an /Tafsir, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1989), hlm. 83-84
[5] Muhammad Hasbi
Ash-Shidiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an /Tafsir, hlm. 84-86
Tidak ada komentar:
Posting Komentar