Rabu, 11 Oktober 2017

KHULAFAURRASYIDIN (TOKOH DAN PERADABAN ISLAM)



KHULAFAURRASYIDIN
(TOKOH DAN PERADABAN ISLAM)
Makalah ini ditunjukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen pengampu : M. Imamul M, M. Pd. I


Oleh :
Erlina (15110079)
Dalila Khoirin (1511052)
Ulyn Nuha Arif (15110121)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN 2017


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting saat kita akan membangun masa depan. Sekaitan dengan itu kita bisa tahu apa dan bagaimana perkembangan islam pada masa lampau. Namun kadang kita sebagai umat islam malas untuk melihat sejarah. Sehingga kita cenderung berjalan tanpa tujuan dan mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada di masa lalu. Disinilah sejarah berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam terjadi sebuah kisah yang patut kita pelajari untuk merancang serta merencanakan matang-matang untuk masa depan yang lebih cemerlang
Tanpa tergoyahkan dengan kekuatan apapun. Perkembangan Islam pada zaman Nabi Muhammad saw dan para sahabat adalah merupakan agama Islam pada zaman keemasan, hal itu bisa terlihat bagaimana kemurnian Islam itu sendiri dengan adanya pelaku dan factor utamanya yaitu Rasulullah saw. Kemudian pada zaman selanjutnya yaitu zaman para sahabat, terkhusus pada zaman khalifah empat atau yang lebih dikenal dengan sebbutan khulafaurrasyidin, Islam berkembang dengan pesat. Hal itu tentunya tidak terlepas dari para pejuang yang sangat gigih dalam mempertahankan dan juga dalam menyebarkan islam sebagai agama Tauhid yang diridhai. Perkembangan Islam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan peradaban kearah yang lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat bahwa islam pada zaman Nabi Muhammad dan Khulafaurrasyidin merupakan islam yang luar biasa pengaruhnya. Namun yang terkadangmenjadi pertanyaan adalah kenapa pada zaman sekarang ini seolah kita melupakannya. Akan tetapi, perjalanan islam tidak akan terlepas dari figure Muhammad saw dan para penerusnya yakni AlKhulafa Ar-Rasyidin,tabi’in dan para pemikir ekonomi, baik masa pemerintahan Umayyah, Abbasiyah, dan Utsmaniyah.







B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah peradaban Islam pada masa Khalifah Abu Bakar AshShiddiq?
2. Bagaimanakah peradaban Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab?
3. Bagaimanakah peradaban Islam pada masa Khalifah Utsman bin Affan?
4. Bagaimanakah peradaban Islam pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui peradaban Islam masa Khalifah Abu Bakar AshShiddiq.
2. Untuk mengetahui peradaban Islam masa Khalifah Umar bin Khattab.
3. Untuk mengetahui peradaban Islam masa Khalifah Utsman bin Affan.
4. Untuk mengetahui peradaban Islam masa Khalifah Ali bin Abi Thalib.


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Abu Bakar ash-Shiddiq Ra. (11-13H/632-634 M)
Abu Bakar (Arab: أبو بكر الصديق, Abu Bakr ash-Shiddiq) (lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H) termasuk di antara mereka yang paling awal memeluk Islam atau yang dikenal dengan as-sabiqun al-awwalun. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 M. Lahir dengan nama Abdul ka'bah bin Abi Quhafah, ia adalah satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk. Abu Bakar menjadi Khalifah selama 2 tahun, 2 bulan dan 14 hari setelah meninggal terkena penyakit.[1]
                               I.            Pemerintahan khalifah Abu – Bakar ash-Shiddiq
Secara umum, kekhalifahan Abu – Bakar dapatt dikatakan melanjutkan kepemimpinan Nabi Muhammad Saw, baik kebijaksanaan dalam kenegaraan maupun pengurusan terhadap agama.
a.       Bidang politik
Dalam menjalankan pemerintahan islam, Abu Bakar bersifat sentral.[2] Dalam hal ini, kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif, sepenuhnya berada dittangan khalifah. Meskipun demikian, dalam menentukan dan memutuskan suatu masalah, abu bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah .
Apabila terjadi suatu perkara, abu bakar selalu mencari hukumnya dalam al-quran. Apabila dalam kitab suci tidak dijumpai pemecahanya, maka beliau mempelajari cara Rasulullah Saw. Dalam menyelesaikan suatu perkara. Dan jika tidak ditemukanya dalam hadist nabi, maka beliau mengumpulkan tokoh-tokoh terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apa pun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi dan penelitian, beliau menjadikanya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.
Sebagaimana dinyatakan dalam pidato yang disampaikan settelah baiat, politik dalam pemerintahan Abu bakar adalah pemerintahan yang demokratis. Beliau menyadari kelemahanya sebagai manusia biasa . Oleh karena itu, beliau meminta kepada segenap kaum muslimin agar mengikutinya jika yang dilakukanya adalah sebuah kebenaran. Akan tetapi, apabila salah, maka beliau meminta supaya dikritisi.
Menurut Suyuti Pulungan, ada beberapa kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan, sebagaimana berikut:          
1)      Bidang Eksekuti
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Misalnya, untuk pemerintahan pusat, Abu Bakar menunjuk Ali bin Abi Thalib, Uttsman bin affan, dan Zait bin tsabit sebagai sekertaris dan abu ubaidah sebagai bendaharawan. Sedangkan, umar bin khattab menjadi hakim agung. Sementara itu, untuk daerah kekuasaan islam, dibentuklah provinsi-provinsi dan untuk setiap provinsi dittunjuk seorang amir.
Para amir ini bertugas sebagai pemimpin agama,selain itu juga menetapkan hukum dan melaksanakan undang-undang. Dengan kata lain, selain sebagai pemimpin agama, seorang amir juga sebagai hakim dan pelaksana tugas kepolisian. Namun demikian, setiap amir diberi hak untuk mengangkat pembantu-pembantunya, seperti katib, amil, dan sebagainya.
2)      Pertahanan dan keamanan
Mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memlihara stabilitas di dalam maupun luar negeri. Di antara panglima yang ditunjuk adalah Khalid bin Walid, musanna bin Harisah, Amru bin ‘Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain.
3)      Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh umar bin khattab dan selama masa pemerintahan Abu Bakar tidak dittemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan. Hal ini karena kemampuan dan sifat umar sendiri, dan masyarakat di kala itu dikenal cukup taat terhadap hukum. Meskipun ada beberapa penyimpangan, jumlahnya tidak terlalu banyak.
b.      Bidang Ekonomi
1)      Kebijakan umum dibidang ekonomi
Abu bakar menerapkan prakttik akad-akad perdagangan yang sesuai dengan prinsip yang diajarkan dalam islam. Selama masa khalifahnya beliau menerapkan beberapa kebijakan umum, diantaranya
·         Menegakkan hukum dengan memerangi mereka yang tidak mau membayar zakat,
·         Tidak menjadikan ahli badar (orang –orang yang berjihad pada perang badar) sebagai pejabat negara.
·         Tidak mengistimewakan ahli badar dalam pembagian kekayaan negara.
·         Mengelola barang tambang (rikaz) yang terdiri atas emas, perak, perunggu, besi, dan baja sehingga menjadi sumber pendapatan negara,
·         Menetapkan gaji pegawai berdasarkan karaktteristik daerah masing-masing, dan
·         Tidak mengubah kebijakan Nabi Muhammad Saw. Dalam masalah Jizyah.[3]
2)      Penerapan prinsip persamaan dalam distribusi kekayaan Negara
Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Khalifah abu bakar melaksanakan kebijakan ekonomi sebagaimana yang dilakukan Nabi Saw. Beliau memperhatikan akurasi perhitungan ini dijadikan sebagai pendapatan negara yang disimpan dalam Bbaitul Mal dan langsung didistribusikan seluruhnya pada kaum muslimin.
3)      Amanat baitul mal
Pada saat itu, para sahabat beranggapan bahwa baitul mal merupakan amanat dari Allah Swt. Oleh karena itu , mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan bbaitul mal untuk kepentingan atau mencapai tujuan-tujuan pribadi.
            Didalam lembaga tersebut, dikelola harta benda yang didapat dari zakat, infaq, sedekah, harta rampasan perang dan lain sebagainya. Adapun penggunaan harta itu digunakan unttuk membayar gaji pegawai negara dan untuk kesejahteraan umat muslim sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
4)      Pendistribusian Zakat
Selain mendirikan baitul mal, khalifah abu bakar juga sangat memperhatikan pemerataan pendistribusian zakat kepada masyarakatnya, karena beliau merasa zakat merupakan salah satu instrumen yang terpenting dalam menyejahterakan rakyatnya.
           Dalam mendistribuskan baittul mal, khalifah abu bakar menerapkan prinsip kesamarataan, yaitu dengan memberikan jumlah yang sama kepada sahabat dan tidak membeda-bedakan yang satu dengan yang lainya. Menurut Abu Bakar ,”dalam hal keutamaan beriman, Allah Swt yang akan memberikan ganjarannya, sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup, prinsip kesamaan lebih baik daripada prinsip keutamaan. (Afzalurrahman,1995)
c.       Bidang keagamaan
1)      Peperangan dengan kaum Riddat
Segera setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang mengancam persatuan dan stabilitas komunitas dan negara Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa di antaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen dengan Nabi Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi. Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama perang Riddah. Dalam perang Ridda peperangan terbesar adalah memerangi "Ibnu Habi al-Hanafi" yang lebih dikenal dengan nama Musailamah al-Kazab (Musailamah si pendusta), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhamad. Pasukan Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid. Sedangkan Musailamah sendiri terbunuh di tangan Al Wahsyi, seorang mantan budak yang dibebaskan oleh Hindun istri Abu Sufyan karena telah berhasil membunuh Hamzah Singa Allah dalam Perang Uhud. Al Wahsyi kemudian bertaubat dan memeluk Islam serta mengakui kesalahannya atas pembunuhan terhadap Hamzah. Al Wahsyi pernah berkata, "Dahulu aku membunuh seorang yang sangat dicintai Rasulullah (Hamzah) dan kini aku telah membunuh orang yang sangat dibenci rasulullah (yaitu nabi palsu Musailamah al-Kazab)."
2)      Pengumpulan ayat-ayat Al-Quran
Setelah Rasulullah wafat dan Abu Bakar menjadi khalifah, bergeraklah Musailamah al-Kadzdzab menda’wakan dirinya sebagai seorang Nabi. Dia mengembangkan khurafatnya dan kebohongan-kebohongan. Sehingga dia dapat mempengaruhi Banu Hanifah dari penduduk Yamamah lalu mereka menjadi murtad. Ketika Abu bakar mengetahui tindakan Musailamah itu, beliau menyiapkan suatu pasukan tentara untuk menggempur mereka. Dan banyaklah para sahabat yang hafal Al-Qur’an gugur dalam peperangan itu, kurang lebih 700 sahabat.[4]
Melihat yang demikian (banyak sahabat penghafal Al Quran yang gugur), tibullah hasrat Umar bin Khotob untuk meminta kepada Abu Bakar agar Al- Qur’an itu dikumpulkan. Beliau khawtir akan berangsur-angsur hilang Al–Qur’an, kalau hanya dihafal saja, karena para penghafalnya kian bertambah kurang.
Abu ‘Amr dalam kitab Al Muhkam menerangkan bahwa Zaid ibnu Tsabit: “Umar ibn Khattab datang kepada Abu Bakar, lalu mengatakan bahwa peperangan Zamamah telah banyak memusnahkan para Qurra. Aku takut akan kehilangan al- Quran, karena itu aku minta supaya tuan menuliskannya”.
Zaid ibn Tsabit dalam menyelenggarakan tugasnya dibantu oleh beberapa anggot lain, semuanya penghafal Al–Qur’an, yaitu Ubay ibn Ka’ab, Ali bin Abi Thalib dan Usman bin Affan. Mereka berulang kali mengadakan pertemuan dan mereka mengumpulkan tulisan-tulisan yang mereka tuliskan di masa Nabi.
Maka dengan usaha tersebut, terkumpullah Al- Qur’an di dalam suhuf dari lembaran-lembaran kertas. Dalam pada itu, ada juga riwayat yang menerangkan, bahwa usaha tersebut menulis Al- qur’an dalam suhuf-suhuf yang terdiri dari kulit dn pelepah kurma. Inilah pengumpulan pertama.[5]
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar terjadi ketika banyak penghafal Al-Qur’an yang gugur dalam perang, sehingga timbul pemikiran untuk mengumpulkan Al-Qur’an
                            II.            Penyebaran dan kekuasaan islam pada masa Abu- Bakar
·      Penaklukan Irak dan Persia
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar ra. mengirim kekuatan ke luar Arabia. Semula beberapa kelompok suku kecil bertempur untuk mendapatkan harta rampasan, tetapi penyerbuan Arab memaksa Byzantium untuk mengirimkan ekspedisi utama ke palestina Selatan. Beberapa kelompok penyerbu harus memusatkan kekuatan timurnya di Ghaza, dan disini di bawah Khalid ibn Walid dibantu oleh Al-Mutsannah ibn Haritsah ra. yang dikirim oleh Abu Bakar ke Iraq untuk menjadi komandan bagi klan Arab, mereka mengalahkan pasukan Byzantium dalam peperangan Ajnadyn (634 M) dan mereka mampu memenangkan peperangan dan membuka Hirah serta beberapa kota di Irak. Di antaranya adalah Anbar, Daumatul Jandal, Faradh, dan yang lainnya. Dan Akhirnya dapat menguasai sepenuhnya wilayah al-Hirah di tahun 634 M.Setelah itu khalifah Abu Bakar memerintahkan kepada Khalid bin Walid untuk bergabung dengan pasukan Islam yang ada di Syam.
Ketika Khalid melakukan manuver ke arah barat dari Hirah pada tahun 634 M, ia meninggalkan kekuasaan atas Irak pada sekutunya dari suku badui, al-Mutsannah ibn Haritsah, kepala suku Banu Syaiban. Karena ia menerima perintah dari Khalifah Abu Bakar untuk membantu memperkuat pasukan di Syam. Sementara itu orang-orang Persia sedang bersiap-siap untuk melancarkan serangan balasan dan hampir menghancurkan pasukan Arab dalam pertempuran di jembatan dekat Hirah, pada 26 November 634. Tanpa rasa takut, al-Mutsannah membangun serangan baru, dan pada bulan Oktober atau November tahun berikutnya berhasil mengalahkan pasukan jenderal Persia, Mihran, di al- Buwayb di tepi sungai efrat. Tetapi al-Mutsanna tidak lebih dari seorang kepala suku, yang tidak punya hubungan kekuasaan dengan Madinah atau Mekkah, dan baru masuk Islam setelah Nabi wafat. Karena itu ketika khalifah Abu Bakar telah tiada dan digantikan oleh Khalifah Umar, beliau mengutus Sa’ad ibn Abi Waqqash, seorang sahabat yang dijanjikan masuk surga oleh Nabi Muhammad, sebagai komando pasukan dan mengirimkannya ke Irak. Di bawah komando Sa’ad ibn Abi Waqqash inilah peperangan yang di lakukan Umat Islam mengalami kemenangan dan berhasil menaklukan wilayah Irak dan Persia sepenuhnya pada tahun 652 M. Dengan demikian wilayah Irak dan Persia telah berhasil dikuasai pasukan Arab dibawah komando Khalid ibn al-Walid dan dilanjutkan oleh Sa’ad ibn Abi Waqqash pada masa kekhalifahan Umar ibn Khaththab.
·      Penaklukan Islam di Syria
Penaklukan ini terjadi pada paruh pertama abad ke-7, dimana wilayah ini sudah dikenal sebelumnya dengan nama lain seperti Bilad al-Sham, Levant, atau Suriah Raya. Sebenarnya pasukan Islam sudah berada di perbatasan selatan beberapa tahun sebelum Nabi Muhammad SAW meninggal dunia tahun 632 M, seperti terjadinya pertempuran Mu’tah di tahun 629 M, akan tetapi penaklukan sesungguhnya baru dimulai pada tahun 634 M dibawah perintah Kalifah Abu Bakar and Umar bin Khattab, dengan Khalid bin Walid sebagai panglima utamanya.
Suriah dibawah pemerintahan Romawi timur selama 7 abad sebelum Islam datang, juga pernah di invasi beberapa kali oleh Kekaisaran Sassania Persia yaitu pada abad ke-3, 6 dan 7; Suriah juga menjadi target serangan sekutu Sassania, Lakhmid. Wilayah ini disebut Provinsi Iudaea oleh Bizantium. Selama perang Romawi-Persia terakhir, yang dimulai pada tahun 603, pasukan Persia dibawah pimpinan Khisra II berhasil menduduki Suriah, Palestina and Mesir selama lebih dari satu dekade sebelum akhirnya berhasil dipukul mundur oleh Heraclius dan dipaksa berdamai dan mundur dari wilayah yang mereka kuasai itu pada tahun 628 M. Jadi, pada saat Islam berperang melawan Romawi ini sebenarnya mereka sedang menata kembali wilayahnya yang sempat hilang selama kurang lebih 20 tahun tersebut.
Ekspansi pun dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar dalam penaklukan  wilayah Syiria dengan mengirimkan ekspedisi pasukan yang dipimpin empat orang jendral dikirim ke Syam (Syria) yang menjadi jajahan Romawi (Byzantium) yaitu Abu Ubaidillah ibn Jarrah (pimpinan tertinggi empat pasukan) ke Hims, Yazid ibn Abi Sufyan ke Damaskus, Amr ibn Ash ke Palestina dan Syurahbil ibn Hasanah ke lembah Yordania. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah ibn Zaid ra. yang masih berusia 18 tahun Melihat pasukan yang menang hanya Amr ibn Ash di perbatasan Palestina, Abu Bakar menyatukan pasukan menghadapi laskar Romawi di Yamuk. Jendral Khalid ibn al-Walid pun di perintahkan meninggalkan Irak untuk memperkuat memperkuat pasukan di Syam, melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria. Khalid baru sampai di Syam setelah melakukan perjalanan panjang selama 18 hari. Maka, bergabunglah kaum muslimin hingga mencapai 26.000 personel. Dia kemudian mengatur pasukannya dan membaginya dalam beberapa divisi.
Pertempuran ini terjadi di sebuah pinggiran sungai Yordania yang disebut Yarmuk. Maka, berkecamuklah perang dengan sangat sengitnya. Beliau memimpin pasukan berkekuatan 26.000 personil menghadapi tentara Romawi berkekuatan lebih dari 100.000 dibawah panglima Theodore, saudara Heraklius, di pertempuran itu, tentara islam memperoleh kemenangan, mencoreng muka dan memalukan Heraklius sehingga beliau meninggalkan Hims, melarikan diri ke Anthakiah, saat Khalid ibn al-Walid dan pasukannya memenangkan perang di Ajnadain. Pada saat perang sedang berkecamuk dengan sengitnya, datang kabar bahwa Khalifah Abu Bakar meninggal dunia dan Umar menjadi penggantinya. Khalid di turunkan dari posisinya sebagai panglima dan segera diganti oleh Abu Ubaidah Ibnu-Jarrah. Peristiwa ini terjadi pada bulan Jumadil Akhir tahun 13 H/634 M.
Satu hal yang perlu dicatat dari peristiwa di atas yang mengundang decak kagum dan rasa kebanggaan adalah sikap Khalid bin Walid. Tatkala dia dinyatakan diturunkan dari posisinya sebagai panglima perang, dia menerimanya dengan lapang dada dan penuh rela. Padahal, saat itu dia sedang berada di puncak kemenangan yang sangat gemilan. Lebih hebatnya lagi dia terus berperang dengan serius dan ikhlas di bawah pimpinan panglima baru. Hal serupa juga pernah dilakukan oleh Abu Ubaidah tatkala dia menerima dengan lapang dada tatkala dia diturunkan dari posisinya sebagai panglima perang oleh Abu Bakar dan digantikan oleh Khalid bin Walid.
Ini merupakan sebuah peristiwa dalam sejarah Islam yang sangat indah dan akan sangat senantiasa dikenang sepanjang zaman.
                         III.            Berakhirnya kekhalifahan Abu-Bakar
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 634 M. dalam usia sekitar 62 tahun. Ia di makamkan di samping makam Rasullulah Saw. Ada pelajaran menjelang wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq, ia memegang tampuk pemerintahan sepeninggalan Rasulullah Saw. Periode pemerintahan yang singkat yaitu selama dua tahun tiga bulan sepuluh hari , di tandai oleh keteguhannya meneruskan kebijakan Rasulullah Saw. dalam berbagai bidang, kendati tidak jarang di usulkan untuk diubah.

2.      Kehalifahan Umar bin Khattab Ra. (13-23 H/634-644 M)
I         Sosok Khalifah Umar bin Khattab
Umar bin Khattab lahir di Makkah pada tahun 583 M, 12 tahun lebih muda dari Nabi Muhammad Saw. Nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay. Ayahnya bernama Nufail ibnu Abdul ‘uzza al-Quraisyi, berasal dari suku Bani Adi, suku yang sangat terpandang dan berkedudukan tinggi di kalangan orang-orang Quraisy. Sedangkan, ibunya bernama Hantamah binti Hasyim bin Mughirah bin Abdillah. Silsilahnya berhubungan dengan Nabi Muhammad Saw pada generasi ke delapan, yaitu Fihr. Umar adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar ash-Shiddiq.
Umar bin Khattab digelari al-Faruq karena ia masuk Islam secara terang-terangan ketika yang lain menyembunyikan keislaman mereka. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Quthaibah, di dalam Al-Haritsi (2006), Umar bin Khattab adalah orang yang membedakan antara yang haq dan yang bathil.Umar bin Khattab merupakan salah satu sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi Muhammad Saw dan Abu Bakar Ra. Peranan Umar bin Khattab dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang paling menonjol karena perluasan wilayahnya, selain kebijakan-kebijakan politiknya. Penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab menjadi fakta yang diakui oleh para sejarahwan. Bahkan, ada yang mengatakan, jika tidak karena penaklukan-penaklukan yang dilakukan pada masa Umar bin Khattab, Islam belum tentu bisa berkembang seperti zaman sekarang.
Selama menjadi khalifah, Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin yang sangat disayangi rakyatnya karena perhatian dan tanggung jawabnya yang luar biasa. Salah satu kebiasaannya adalah melakukan pengawasan langsung dan sendirian berkeluling kota mengawasi kehidupan rakyatnya. Umar bin Khattab adalah seorang mujtahid yang ahli dalam membangun negara besar yang ditegakkan atas prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan persaudaraan sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam banyak hal, khalifah Umar bin Khattab dikenal sebagai tokoh yang sangat bijaksana dan kreatif, bahkan genius. Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar bin Khattab membuat kedudukannya semakin dihormati di kalangan masyarakat Arab, sehingga kaum Quraisy memberinya gelar “Singa padang pasir”, dan karena kecerdasan dan kecepatan dalam berpikirnya, ia dijuluki “Abu Faiz”.
Secara fisik, Umar bin Khattab memiliki postur tubuh yang tegap dan kuat, wataknya keras, pemberani, dan tidak mengenal gentar, pandai berkelahi, serta siapapun musuh yang berhadapan dengannya akan bertekuk lutut, ia memiliki kecerdasan yang luar biasa, mampu memperkirakan hal-hal yang akan terjadi di masa yang akan datang, serta tutur bahasanya halus dan bicaranya fasih. Selain itu, ia orang yang berwibawa. Tentang keluasan ilmu yang dimilikinya, Nabi Muhammad sendiri yang menyatakan hal itu.
II      Umar bin Khattab Diangkat menjadi Khalifah
Sebelum wafat, Khalifah Abu Bakar telah menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Penunjukkan ini berdasarkan pada kenangan Abu Bakar tentang pertentangan yang terjadi antara kaum Muhajirin dan Anshar. Ia khawatir kalau tidak segera menunjuk pengganti dan ajalnya datang, maka dikhawatirkan timbul pertentangan di kalangan umat Islam, yang mungkin dapat lebih parah daripada ketika Nabi Muhammad Saw wafat dahulu. Ketika mengangkat Umar bin Khattab sebagai khalifah, Abu Bakar terlebih dahulu bermusyawarah dengan para sahabat senior, seperti Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Usaid bin Khudur, dan beberapa sahabat lainnya. Mereka menyetujui usulan Abu Bakar untuk mengangkat Umar sebagai penggantinya. Pada saat itu pula, Umar di baiat oleh kaum muslimin, dan secara langsung diterima sebagai khalifah resmi yang akan menuntun umat Islam pada masa yang penuh dengan kemajuan dan siap membuka cakrawala di dunia muslim. Umar diangkat sebagai khalifah pada tahun 13H/634M.
III   Perkembangan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab
a.       Bidang Militer
Pada saat Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah, beberapa golongan ekspansi perluasan wilayah dilakukan. Berikut uraian selengkapnya:
Perluasan Islam ke Syria dan jatuhnya kota Damaskus
Ketika kekhalifahan Abu Bakar, ekspansi ke wilayah Syria sudah dirintis, tetapi belum tuntas secara keseluruhan. Sebelum kawasan ini dikuasai, Abu Bakar sudah dipanggil oleh Allah Swt. Perang ini dinamakan Perang Yarmuk, yaitu perang antara pasukan muslim dengan tentara Bizantium, yang dipimpin oleh Khalid bin Al-Walid. Setelah Umar menjabat sebagai khalifah, pemimpin pasukan diganti oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Dalam pertempuran ini, kaum muslimin berhasil memenangkan perang dan berhasil menaklukkan kota Damaskus yang menjadi ibukota Syria pada tahun 636M.
Setelah berhasil menguasai Yarmuk, pasukan Islam berhasil mengalahkan kota Ajnadain, kemudian diikuti jatuhnya kota Beyrut, Tyrus, Jatta, Sidon, Uka, Askalon, Giza, dan kota Ramla. Sedangkan pasukan Romawi melarikan diri ke Baitul Maqdis dank e Caisaria, sehingga pertempuran ini diakhiri dengan pertempuran besar di Baitul Maqdis.
Jatuhnya kota Baitul Maqdis
Ketika pasukan Islam menyerang Yerusalem, tentara Romawi Timur dipimpin oleh Jenderal aretion dengan benteng-benteng pertahanan yang kuat. Peristiwa ini menyebabkan rakyat hamper mati kelaparan, sehingga wali kotanya membuat pernyataan yang isinya, tentara Romawi di Syria menyerah kalah. Kota Baitul Maqdis pun diserahkan dengan syarat yang menerima Khalifah Umar bin Khattab sendiri.
Pada tahun 637 M setelah pengepungan selama 4 bulan terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya berhasil mengambil alih kota tersebut. Ketika itu, Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk shalat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Akan tetapi, Umar memilih untuk shalat di tempat lain agar tidak membahayakan gereja. Sekitar 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia shalat.
Setelah jatunya kota Baitul Maqdis, berarti seluruh daerah Syria jatuh ke tangan Islam. Pertempuran mengalahkan Syria itu memakan waktu kurang lebih 6 tahun.
b.      Pengembangan Islam di Persia (Iran)
Penyebaran Islam ke Persia sudah dimulai sejak kekhalifahan Abu Bakar. Akan tetapi, tentara Islam selalu terdesak oleh pasukan Kisra Yazdajird III karena jumlah pasukan Islam di Persia sangat sedikit. Saat itu, pasukan Islam banyak dipusatkan di Syria.
Pada era pemerintahan khalifah Umar bin Khattab, dan setelah pertempuran di Syria selesai, maka pasukan Islam dipusatkan ke Persia untuk menyelesaikan perang. Perang di mulai dari kota Cadesia. Setelah kemenangan di Cadesia, pasukan Islam bertutut-turut mengalahkan kota Madain (ibukota Persia), Nahawan, dan mengalahkan Kisra Yazdajird III higga ia tewas.
c.       Penyebaran Islam di Mesir
Ketika Islam mulai menapaki kejayaannya, bangsa Mesir masih dikuasai oleh bangsa Romawi Timur. Saat itu, penduduk Mesir sudah mendengar harumnya nama pasukan Islam. Berita yang mereka dengar itu mengenai sikap-sikap pasukan Islam, seperti bersikap pembebas dari segala penindasan, pandai menyesuaikan diri dan peramah dalam bergaul, serta member kemerdekaan beragama kepada semua penduduk dan menghormati agama lain.
Pada saat itu, bangsa Romawi membebani penduduk Mesir dengan pajak yang sangat berat. Mereka diwajibkan membayar pajak badan, pajak perusahaan dan segala macamnya, pajak ternak, pajak hasil bumi, peniagaan, perahu, perhiasan rumah tangga, dan lain-lainnya. Bahkan pajak lalu lintas, berkendaraan, jalan kaki, saudagar maupun orang miskin, bahkan upacara kematian pun ada pajaknya. Orang-orang Mesir pun masih harus menjamu dan memenuhi segala kebutuhan para pembesar Romawi apabila memasuki perkampungan mereka.Oleh karena itu, penduduk Mesir sangat mengharapkan kedatangan pemimpin baru yang dianggap sebagai pembebas bangsa Mesir, yaitu pasukan Islam untuk mengusir bangsa Romawi Timur yang menjajah Mesir.
Setelah umat Islam menaklukkan Syam dan Palestina, Amru bin Ash memohon kepada Khalifah Umar bin Khattab untuk membebaskan Mesir. Ia menerangkan kepada Khalifah betapa kaya dan suburnya bumi lembah Nil dan betapa penting letaknya menurut ilmu penerangan. Ia juga menyatakan bahwa menaklukkan Mesir sama dengan menguatkan kekuatan Islam di Syam dan Palestina dan member perlindungan daerah itu dati serangan musuh di sebelah selatan.
Semula khalifah Umar bin Khattab bimbang untuk mengabulkan permintaan Amru bin Ash, karena ia takut kalau pengiriman tentara ke Mesir bisa mendatangkan kerugian besar. Khalifah belum berani memperluas daerah daulah Islam selama kekuasaanya belum benar-benar kuat di negeri yang telah ditaklukkan. Akan tetapi, karena Amru bin Ash meminta berulang-ulang dengan alasan dan keterangan yang bagus, akhirnya dikabulkanlah permintaan itu.
Kemudian, berangkatlah Amru bin Ash dengan membawa 4.000 orang tentara ke tanah Mesir. Meskipun jumlah ini amat sedikit bila dibandingkan dengan pekerjaan besar yang akan dihadapinya, namun Amru bin Ash tidak keberatan karena ia yakin bahwa bila nanti telah berhadapan dengan orang Romawi di negeri Mesir, Khalifah tidak dapat menolak bila dimintai mengirim bala bantuan pasukan.Ketika sampai ke El-‘Arisy, pasukan Amru bin Ash menaklukkan kota ini dengan tidak mendapatkan perlawanan, kemudian terus ke Alfarma, kota tua yang berbenteng kuat dan ketika itu menjadi pintu gerbang Mesir dari sebelah Timur. Kota ini dikepung selama sebulan, dan pada bulan Muharram tahun 19H (januari 640M), walikota daerah ini menyerah kepada pasukan Islam. Dari Alfarma pasukan Islam terus ke Bilbis, dan di kota ini bertemu dengan Panglima Aretion yang telah melarikan diri ke Mesir sebelum Yerusalem menyerah. Kota ini dapat direbut pasukan Amru bin Ash sesudah berperang selama 1 bulan.
Ketika Amru bin Ash mengalami kendala dalam menghadapi tentara Romawi yang jumlahnya berlipat ganda, maka ia meminta bala bantuan kepada khalifah. Khalifah Umar bin Khattab segera mengirim 4.000 bala tentara di bawah pimpinan 4 orang pahlawan ternama, yaitu Zubair bin Awwam, Muqdad bin Aswad, Ubadah bin shamit dan Maslamah bin Mukhallad. Setelah mendapatkan bala bantuan, panglima Amru bin Ash melakukan pengepungan terhadap benteng Babil yang juga dinamai Istana Lilin. Pengepungan ini dimulai pada awal bulan September 640M. Babil merupakan benteng yang terkuat pada saat itu, pagarnya kokoh, menaranya tinggi-tinggi, dan hamper seluruhnya dikelilingi oleh sungai Nil. Pengepungan ini berlangsung selama tujuh bulan. Pada bulan April 641 M, laskar Islam menyerbu masuk benteng dan berhasil menguasainya setelah terlibat pertempuran. Setelah benteng Babil jatuh ke tangan pasukan Amru bin Ash, pasukan Islam menuju Iskandariah. Dalam perjalanannya ke kota itu, mereka berhasil menaklukkan beberapa benteng Romawi yang lain. Setelah melakukan pengepungan selama kurang lebih empat belas bulan, pasukan Islam dapat menguasai kota Iskandariah. Akhirnya, kota perniagaan yang besar itu jatuh ke tangan laskar Islam sesudah mereka bertempur habis-habisan. Setelah jatuhnya kota Iskandariah, penaklukan kota-kota yang lain menjadi lebih mudah. Setelah itu, berakhirlah kekuasaan Romawi dari bumi Mesir.
b.      Bidang politik
Dalam masa pemerintahannya, Khalifah Umar bin Khattab telah membentuk sebuah lembaga yang bernama ahlul hall wa aqdi atau lembaga penengah dan pemberi fatwa. Lembaga ini terdiri atas wakil-wakil rakyat yang duduk sebagai anggota majlis syura, yang terdiri dari alim ulama dan kaum cendekiawan yang menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan dipilih atas mereka.
Secara umum, lembaga ini terdiri atas beberapa bagian, diantaranya adalah sebagai berikut:
Majlis Syura (Dewan Penasehat), ada tiga bentuk:
·         Dewan Penasehat Tinggi, yang terdiri dari para pemuka sahabat yang terkenal, antara lain Ali bin Abi Tholib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Thalhah, dan Zubair.
·         Dewan Penasehat Umum, terdiri atas banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) serta pemuka berbagai suku, yang bertugas membahas masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum.
·         Dewan antara Penasehat Tinggi dan Umum. Beranggotakan para sahabat (Anshar dan Muhajirin) yang dipilih hanya untuk membahas masalah-masalah khusus.
·         Al-Katib (Sekretaris Negara), diantaranya adalah Abdullah bin Arqam.
·         Nidzamul Maly (Departemen Keuangan) mengatur masalah keuangan dengan pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’, dan lain-lain.
·         Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, diantaranya adalah diwanul jund yang bertugas menggaji pasukan perang dan pegawai pemerintahan.
·         Departemen Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam negara.
Departemen pendidikan dan lain-lain.
Pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab, lembaga-lembaga tersebut belumlah terbentuk secara resmi, dalam arti secara de jure belum terbentuk, tetapi secara de facto telah dijalankan tugas-tugas badan tersebut. Meskipun demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, khalifah Umar bin Khattab senantiasa mengedepankan musyawarah dengan para sahabat.
c.       Bidang ekonomi
Selama masa pemerintahannya, ada beberapa kebijakan yang diterapkan oleh Khalifah Umar bin Khattab terkait bidang ekonomi. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Al-Kharaj
Sebelum Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah, kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan pemilik semula, tetapi bertalian dikenakan pajak tanah (al-kharaj).
2.      Ghanimah
Semua harta rampasan perang dimasukkan kedalam Baitul Mal sebagai salah satu pemasukan negara untuk membantu rakyat. Ketika itu, peran diwanul jund sangat berarti dalam mengelola harta tersebut.
Menurut catatan sejarah, pembangunan Baitul Mal dilatarbelakangi oleh kedatangan Abu Hurairah yang ketika itu menjabat sebagai gubernur Bahrain dengan membawa harta hasil pengumpulan pajak al-kharaj sebesar 500.000 dirham. Karena jumlahnya sangat besar, Khalifah Umar bin Khattab mengambil inisiatif memanggil dan mengajak bermusyawarah para sahabat terkemuka tentang penggunaan dana Baitul Mal tersebut. Setelah melalui diskusi yang cukup panjang, Khalifah Umar bin Khattab memutuskan untuk tidak mendistribusikan harta Baitul Mal, tetapi disimpan sebagai cadangan, baik untuk keperluan darurat, pembayaran gaji para tentara, maupun berbagai kebutuhan umat lainnya.
Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar bin Khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti:
Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan.
Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Bertanggung jawab atas pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.
Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
Departemen Jaminan Sosial. Berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.
Pemerataan zakat
Di dalam Al-Haritsi (2006), ada beberapa kebijakan tentang fiqh ekonomi yang diterapkan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Berikut ringkasannya:
Memberikan lahan tanah kosong yang tidak ada pemiliknya kepada rakyat agar dijadikan lahan produktif untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Mempekerjakan tawanan yang memiliki keterampilan dan mengizinkannya untuk tinggal di Madinah.
Khalifah Umar bin Khattab sangat memotivasi aktivitas perdagangan pada masanya.
Memperhatikan aktivis pengajar dengan memberikannya gaji.
Menghimbau kepada rakyatnya untuk senantiasa melakukan kegiatan yang produktif.
Khalifah Umar bin Khattab memberikan pinjaman modal kepada rakyatnya yang tidak memiliki modal usaha.
Ketika mereka tidak mampu bekerja, Khalifah Umar sendiri yang turun tangan membantu mereka bekerja.
Menghimbau kepada para hamba sahaya untuk berdagang, dan hasilnya digunakan untuk membayar angsuran untuk memerdekakan diri mereka.
Kahlifah Umar bin Khattab juga menghimbau sanak keluarganya untuk berproduksi. Ia tidak hanya menghimbau rakyatnya untuk berproduksi, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Aisyah Ra, “ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, ia dan keluarganya makan dari Baitul Mal, dan ia bekerja dalam hartanya sendiri.”
c.       Berakhirnya Kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab
Masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab berlangsung selama 10 tahun 6 bulan, yaitu dari tahun 13 H/634 M sampai tahun 23 H/644 M. Beliau wafat pada usia 64 tahun. Beliau meninggak pada tahun 644 M karena ditikam oleh Fairuz (Abu Lukluk), budak Mughirah bin Abu Sufyan dari perang Nahrrawain yang sebelumnya adalah bangsawan Persia.
Sebelum meninggal, khalifah Umar bin Khattab mengangkat Dewan Presidium untuk memilih khalifah pengganti dari salah satu anggotanya. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Qaqash, dan Abdurrahman bin Auf. Sedangkan putranya (Abdullah bin Umar), ikut dalam dewan tersebut, tetapi tidak boleh dipilih, hanya member pendapat saja. Akhirnya, Utsman bin Affan yang terpilih setelah terjadi perdebatan yang sengit antar anggotanya.
3.      Utsman bin Affan
I         Biografi Utsman bin Affan
Utsman bin Affan memiliki nama lengkap utsman bin Affan bin Abdillah bin Umayyah bin ‘Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushayi. Beliau dilahirkan pada tahun 576 M di Thaif. Ibunya adalah Urwah putri Ummu Hakim al-Baidha, keturunan Abdul Muthalib. Ayahnya, Affan adalah seorang saudagar yang kaya raya dari suku Quraisy Umayyah. Nasab Utsman melalui nasab ibunya bertemu dengan nasab Nabi Muhammad SAW. Pada Abdi Manaf bin Qushayi. Utsman bersambung melalui Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf.
Utsman bin Affan dilahirkan dan tumbuh ditengah lingkungan kaum Quraisy, suku yang paling terhormat di Makkah. Setelah dewasa beliau menikahi putri Nabi, yaitu Sayyidah Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Karena menikah dengan kedua putri Nabi Muhammad SAW maka beliau mendapat julukan Dzu-Nurain. Selama hidupnya, Utsman pernah menikah dengan delapan wanita. Dari pernikahannya itu utsman dikarunia Sembilan putra dan enam putri.
Sejak sebelum masuk Islam Utsman memang terkenal sebagai pedagang yang sangat kaya raya, beliau juga bukan hanya sahabat nabi tetapi juga sebagai penulis wahyu atau sekretaris Nabi Muhammad SAW. Sebagai pengusaha sukses ketika itu, Utsman menggunakan hartanya untuk penyebaran dan kehormatan agama Islam. Selain menyumbang biaya-biaya perang yang tidak sedikit beliau juga mendanai renovasi masjidil haram di Makkah dan masjid Nabawi di Madinah. Utsman juga juga berperan aktif sebagai perantara dalam perjanjian Hudaibiyah sebagai utusan Nabi.
Akhir hayat sayyidina Utsman adalah ketika beliau dibunuh oleh Hamron bin Sudan as-Syaqy, Hamron adalah salah satu dari sekelompok orang yang saat itu sedang berdemonstrasi di rumah Utsman, yang kemudian wafatnya Utsman ini lah yang menjadi pintu pembuka perepecahan umat Islam. Utsman bin Affan wafat pada hari Jum’at tanggal 18 Dzhulhijjah 35 H yang kemudian dimakamkan di Baqi’, Madinah.
II      Perkembangan Islam pada Masa Khalifah Utsman bin Affan
Pada kepemimpinannya, Khalifah Utsman bin Affan banyak menghadapi masalah politik yang cukup serius. Masa enam tahun pertama kebijaksanaanya berjalan cukup baik. Akan tetapi, masa enam tahun terakhir terjadi banyak peristiwa yang berdampak negative bagi pemerintahannya. Meskipun demikian, cukup banyak keberhasilan yang dicapai oleh khalifah Utsman bin Affan dalam mengembangkan dan menyebarkan Islam. Berikut beberapa pencapaian pada masa pemerintahannya:

a.       Pembukuan al-Qur’an
Salah satu karya monumental yang dipersembahkan khalifah Utsman kepada umat Islam adalah penyusunan itu ialah untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan serius dalam bacaan al-Qur’an. Penyeragaman bacaan dilakukan karena pada masa nabi SAW, karena beliau memberikan kelonggaran-kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab untuk membaca dan menghafalkan al-Qur’an sesuai lahjah (dialek) masing-masing. Seiring bertambah luasnya wilayah Islam dan banyaknyabangsa-bangsa yang memeluk agama Islam, Pembaca pun menjadi semakin bervariasi. Akhirnya sahabat Hudzaifah bin Yaman mengusulkan kepada utsman untuk menyeragamkan bacaan.
Pada akhir 24 H awal 25 H, Utsman membentuk panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit untuk menyalin mushaf yang disimpan oleh Hafsah (salah seorang istri Nabi) dan menyeragamkan bacaan Qur’an. Panitia ini bekerja dengan cermat, teliti, dan hati-hati sehingga mengasilkan sebuah mushaf. Sebetulnya karya ini bukan murni dilakukan khalifah Utsman, karena gagasan itu telah dirintis sejak kepemimpinan Abu Bakar dan diteruskan oleh Umar bin Khattab. Mushaf Utsmani itu pun tuntas disusun dan mushaf-mushaf lain yang berbeda dari mushaf utama diperintahkan untuk dibakar. Kemudian, dewan ini membuat beberapa salinan naskah al-Qur’an untuk disebarkan keberbagai daerah atau wilayah kegubernuran sebagai pedoman yang benar untuk masa selanjutnya.
b.      Perluasan Islam pada Masa Khalifah Utsma bin Affan
Setelah kepemimpinan Umar bin Khattab, umat Islam berada dalam keadaan yang makmur dan sejahtera. Kawasan dunia muslim pun bertambah luas. Khalifah Umar berhasil menciptakan stabilitas sosial politik didalam negeri sehingga beliau dapat membagi perhatiannya untuk memperluas wilayah Islam. Ketika Utsman menjabat sebagai khalifah, beliau menerukan sebagian besar garis politik umar. Beliau melakukan berbagai ekspedisi untuk mendapatkan wilayah-wilayah baru.
Masa pemerintahan khalifah Utsman memang tidak terputus dengan rangkaian penaklukan yang dilakukan pada masa pemerintahan khalifah Umar. Ketika itu, Armenia, Afrika, dan Cyprus telah dikuasai. Kaum muslimin terus memperkokoh kekuatan di Persia yang telah takluk ditangan mereka sebelumnya. Perluasan itu meliputi bagian pesisir pantai atau kelautan, karena pada saat itu kaum muslimin telah memiliki armada laut.
Pada masa pemerintahannya, khalifah Utsman berhasil menaklukkan negeri Tabaristan yang dipimpin oleh Said bin Ash. Dikisahkan bahwa dalam penaklukkan ini, kedua putra Ali bin Abi thalib, yaitu Hasan dan Husain juga turut serta. Selain itu ada pula Abdullah bin Abbas, Amru bin Ash, dan Zubair bin Awwam.
Saat itu pasuka muslimin juga berhasil menumpas pendurhakaan dan pemberontakan yang terjadi dibeberapa daerah yang telah berada dibawah kekuasaan Islam pada zaman khalifah Umar. Pendurhakaan itu ditimbulakan oleh pendukung-pendukung pemerintah yang lama atau pemerintah sebelum daerah itu berada salam kekuasaan Islam yang hendak mengembalikan kekuasaannya. Daerah tersebut antara lain adalah Khurasan dan Iskandariah.
Pada tahun 25 H, penguasa di Iskandariah mengingkari perjanjian yang telah disepakati pada masa khalifah Umar. Mereka dihasut oleh bangsa Romawi yang memberikan jani muluk-muluk. Maka utsman pun memerintahkan gubernur Amru bin Ash yang ketika itu menjabat sebagai penguasa di Mesir untuk memerangi Iskandariyah, sehingga akhirnya penguasanya mengutus dutanya untuk membuat perjanjian dan kembali tunduk kepada kerajaan Islam di Madina. Sementara itu, untuk memadamkan pemberontakan di Khurasan, pada tahun 31 H, Khalifah utsman mengirim Abdullah bin Amir, gubernur Basrah, bersama sejumlah besar tentara untuk menaklukkan kembali mereka. Terjadilah perang antara tentara Islam dengan penduduk Merv, Naisabur, Nama, Hirang, Fusang, Bigdis, Merv As-Syahijan, dan lain-lain dari penduduk wilayah Khurasan. Dalam perang ini, kaum muslimin berhasil menaklukkan kembali wilayah Khurasan. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, daerah-daerah juga berhasil dikuasi.
Menurut para ahli sejarah, pemerintahan khalifah Utsman bin Affan merupakan zaman keemasan. Pada saat itu tentara Islam mendapat kemenagan yang luar biasa, satu demi satu dan mereka dapat menguasai beberapa negeri yang sebelumnya berada dibawah kekuasaan Romawi Persia dan Turki. Dalam waktu yang cukup singkat, umat Islam pada saat itu telah sampai pada puncak kekuasaan dan kekuatan dibidang kemiliteran, yang tidak dirauh oleh zaman-zaman sesudahnya.
Kemajuan pada masa pemerintahan Utsman memang sangat luar biasa. Hal ini juga berkat jasa para panglima yang ahli dan berkualitas sehingga peta Islam menyebar sangat luas dan bendera Islam berkibar dari perbatasan Aljazair (Barqah, Tripoli, Cyprus di front al-maghrib, bahkan ada sumber yang mengatakn sampai ke Tunisia). Di al-maghribi, di Utara sampai ke Aleppo dan sebagian Asia kecil, ditimur laut sampai ke Ma wara al-Nahar-Transoksania, dan di Timur seluruh Persia bahkan sampai keperbatasan Balucistan(sekarang wilayah Pakistan), serta Kabul dan Ghazni. Selain itu khalifah Umar juga berhasil membentuk armada laut dengan kapalnya yang kokoh dan menghalau serangan-serangan dilaut Tengah yang dilancarkan oleh tentara Bizantium dengan kemenangan pertama kali dilaut dalam sejarah Islam.
Menurut catatan para ahli sejarah, pemerintah khalifah Utsman menjadi dua periode, yaitu periode enam tahun pertama merupakan masa pemerintahan yang baik, sedangkan enam tahun terakhir merupakan masa pemerintahan yang buruk. Pada akhir pemerintahannya, terjadi banyak konflik, seperti tuduhan akhir pemerintahannya, terjadi banyak konflik, seperti tuduhan nepotisme dan pemborosan uang Negara.
Tuduhan pemborosan uang Negara karena Utsman dianggap terlalau boros mengambil uang Baitul Mal untuk diberikan kepada kerabatnya, sedangkan tuduhan nepotisme karena utsman dianggap mengangkat pejabat-pejabat yang merupakan kerabatnya. Padahal, tuduhan ini ternukti tidak benar karena tidak semuanya pejabat yang diangkat merupakan kerabatnya. Selain itu, meskipun kerabatnya sendiri, jika pejabat tersebut melakukan kesalahan, maka Utsman tidak segan-segan menghukum dan memecatnya.
Sayangnya tuduhan nepotisme itu terlalu kuat sehingga banyak yang beranggapan bahwa Utsman melakukan tindakan yang salah. Hal ini diperkuat dengan adanya golongan Syi’ah, yaitu golongan yang sangat fanatic terhadap Ali dan berharap Ali yang menjadi Khalifah, bukan Utsman.
4.      Ali bin Abi Thalib
a.       Biografi Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib khalifah terakhir menurut pandangan sunni. Namun bagi Islam Syi’ah adalah khalifah pertama dan imam pertama dari 12 imam syi’ah. Ali dilahirkan di Makkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Ali bernama asli Haydar bin Abu Thalib. Sayyidina Ali dilahirkan dari pasangan Abu Thalib bin Abdul Muthalib dengan Fatimah binti As’ad, keduanya masih keturunan bani Hasyim.  Beliau dalah generasi pertama yang memeluk Islam setelah Sayyidati Khadijah binti Khuwailid, tepatnya sesaat setelah al-Qur’an memerintahkan Nabi untuk memberi peringatan kepada kerabat-kerabatnya. Pada saat itu, Ali baru berusia 10 tahun.
Ali adalah seorang pemberani yang tidak takut kepada siapapun. keberaniannya dimedan perang tidak ada yang meragukan keberania Ali sudah terlihat sejak remaja. Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah Ali dinikahkan oleh Nabi dengan putri kesayangannya, Fatimah az-Zahra. Nabi menimbang bahwa Ali yang paling tepat dinikahkan dengan putrinya dalam banyak hal, seperti nasab keluarga, yang paling dulu mempercayai kenabian dan banyak hal lainnya.
Ali adalah sahabat yang disegani karena kecerdasannya dengan memiliki banyak macam ilmu pengetahauan, baik soal hukum, rahasia ketuhanan, maupun segala persoalan keagamaan secara teoritis dan praktis. Selain cerdas, Ali juga dikenal sebagai panglima perang yang gagah perkasa. keberaniannya diakui oleh kaum muslimin dan mampu menggetarkan hati lawan-lawannya. Karena keberaniannya tersebut maka banyak masyarakat menganggap bahwa yang patut menjadi khalifah setelah kenabian Nabi Muhammad adalah hanya Sayyidina Ali. Sampai ketika pada masa Utsman bin Affan Ali sering memberi nasehat agar Utsman tetap tegas terhadap kaum atau kerabat Ali  yang melakukan penyelewengan yang mengatas namakan dirinya. Hal ini mengakibatkan pemberontakan pada tahun 35 H/ 656 M yang akhirnya sayyidina Utsman tebunuh.
b.      Perkembangan Islam pada Masa Ali bin Abi Thalib
Meskipun banyak pergolakan yang terjadi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, banyak hal yang dilakukan dalam usaha pengembangan Islam, baik perkembangan dalam bidang sosial, politik, militer, dan ilmu pengetahuan. Berikut beberapa keberhasilan yang dicapai pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib.
c.       Perkembangan dalam Bidang Pemerintahan
Pada masa pemerintahan Ali, kondisi kaum muslimin sudah sangat jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Pada masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar, kebersamaan dan persatuan mereka masih sangat kental terasa, mereka banyak tugas yang harus diselesaikan, seperti melakukan perluasan wilayah Islam dan lain sebagainya. Selain itu kehidupan masyarakat Islam saat itu masih sangat sederhana karena belum banyak terpengaruh oleh kemewahan duniawi, kekayaan dan kedudukan. Usaha-usaha sayyidina Ali dalam mengatasi persoalan itu tetap dilakukan, meskipun ia mendapat tantangan agar masyarakat merasa aman, tentram, dan sejahtera.
Setelah diangkat menjadi khalifah, dalam bidang pemerintahan ada beberapa hal yang langsung dilakukan oleh khalifah Ali, diantaranya adalah sebagai berikut:
d.      Mengganti Gubernur yang diangkat khalifah Utsman bin Affan
Semua gubernur yang diangkat oleh Sayyidina Utsman terpaksa diganti karena banyak masyarakat yang tidak menyukainya. Menurut pengamatan Ali, para gubernur inilah yang menyebabkan timbulnya berbagai gerakan pemberontakan terhadap pemerintahan khalifah Utsman bin Affan. Mereka melakukan itu karena khalifah Utsman pada paruh kedua masa kepemimpinannya tidak mampu lagi melakukan control terhadap para penguasa yang ada dibawah pemerintahannya. Berdasarkan pengamatan inilah sayyidina Ali mencopot mereka. Adapun beberapa gubernur yang diangkat khalifah Ali sebagai pengganti adalah:
ü  Kuwait, Abu Musa al-Asy’ari diganti Ammarah bin Syahab
ü  Mesir, Abdullah bin Sa’ad diganti khais bin Tsabit
ü  Basyrah, Abdullah bin Amr diganti Usnab bin Hany al Anshori
e.       Menarik Kembali Tanah Milik Negara
Pada masa pemerintahan Utsman, banyak para kerabat yang mendapatkan fasilitas dalam berbagai bidang, sehingga diantara meraka yang kemudian merongrong pemerintahan dan harta kekayaan Negara. Oleh karena itu Ali berusaha menarik kembali semua tanah pemberian Khalifah Utsma kepada keluarganya untuk dijadikan milik Negara.
Usaha yang dilakukan Ali banyak sekali tantangan serta perlawanan dari penguasa dan kerabat Utsman. Tantangan terbesar datang dari Muawiyyah bin Abu Sufyan. Untuk menghambat gerakan khalifah Ali, Muawwiyah menghasut para sahabat lain supaya menentang rencana khalifah Ali. Hal ini menyebabkan Ali wafat ditangan orang-orang yang tidak menyukainya.
f.       Perkembangan Bidang Politik Militer
Sayyidina Ali terkenal sebagai pahlawan yang gagah berani, penasihat yang bijaksana, penasihat hukum yang ulung dan pemegang tegus tradisi. Pada masa pemerintahannya, Khalifah Ali berhasil mengorganisasi polisi sekaligus menetapkan tugas-tugas mereka. Dalam bidang kemiliteran, kaum muslimin berhasil meluaskan wilayah kekuasaan Islam. Misalnya setelah pemberontakan di Kabul dan Sistan ditumpas, pasukan muslimin melakukan invasi laut. Ali juga mendirikan pemukiman militer diperbatasan Syiria sambil meperkuat daerah kekuasannya, beliau juga membangun benteng-benteng yang tangguh diutara perbatasan Parsi.
g.      Perkembangan Bidang Ilmu Bahasa
Selain sebagai pejuang tangguh dan pemberani, khalifah Ali bin Abi Thalib juga merupakan salah satu tokoh sastra yang hebat. Ia menulis syair dan beberapa prosa(terutama berupa surat dan nasehat). Selain itu, ia juga dikenal sebagai ahli retorika dikalangan kaum muslimin, ia mampu memperkaya sastra dunia dengan berates-ratus pidatonya yang mempunyai nilai sastra yang tinggi. Pada zaman sayyidina Ali juga berhasil mengembangkan seni kaligrafi kufi.
h.      Perkembangan Bidang Pembangunan
Salah satu keberhasilan dibidang bangunan pada masa khalifah Ali adalah dalam masalah tata kota. Satu kota yang berhasil dibangun adalah kota Kuffah di Irak dengan tujuan politis untuk pertahanan wilayah kekhalifahan, Akan tetapi lama kelamaan kota ini sangat ramai dikunjungi bahkan menjadi pusat perngembangan ilmu pengetahuan.
i.        Bidang Ekonomi
Dalam sektor pertanian, Ali mengelola beberapa tanah atau lahan yang telah diambilnya dari bani Umayyah dan para penduduk lainnya. Hal ini untuk menambah devisa Negara. Sayyidina Ali juga mengelola dan melestarikan Baitul Mal, yang mana harta dan kekayaan masyarakat dikembalikan kepada rakyat dengan adil dan merata.
j.        Perkembangan Kebudayaan dan Pendidikan
Usaha-usaha Ali dalam mengembangkan kebudayaan dan pendidikan diantaranya adalah: Mendirikan beberapa madrasah sebagai tempat memberikan pelajaran dalam bentuk khalaqah di masjid atau tempat pertemuan lainnya
Sayyidina Ali juga mengembangkan ilmu pengetahuan, disebabkan karena perluasan wilayah Islam sampai keluar dari kalangan Arab. Oleh karena itu Ali mengutus Abu-al-Aswad al-Dauli untuk mengarang pokok-pokok ilmu nahwu, sehingga selain orang Arab dapat memahami dengan mudah pengetahuan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen agama, 2009,  Ensiklopedi Islam Jilid III , Jakarta: Depag
Arif Setiawan, 2002, Islam di Masa Umar bin Khathab, Jakarta: Hijri Pustaka
Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Abu_Bakar_Ash-Shiddiq  diakses Rabu/11 Oktober 2017
Abdul,Syukur. 2014. Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Yogyakarta:Serambi Semesta Distribusi
Sebagaimana Yang Dilakukan Rasulullah Saw., Abu Bakar Tidak Membuat Ketentuan Khusus Ttenttang Jenis Dan Kadar Jizyah. Pada Masa Itu, Jizyah Dapat Berupa Emas, Perhiasan, Pakaian, Kambing, Inta, Atau Benda-Benda Lainya.
Muhammad Hasbi Ash-Shidiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an /Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989)
Muhammad Hasbi Ash-Shidiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an /Tafsir,


[1] Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Abu_Bakar_Ash-Shiddiq  diakses Rabu/11 Oktober 2017
[2] Abdul,Syukur. 2014. Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Yogyakarta:Serambi Semesta Distribusi, Hal.68
[3] Sebagaimana Yang Dilakukan Rasulullah Saw., Abu Bakar Tidak Membuat Ketentuan Khusus Ttenttang Jenis Dan Kadar Jizyah. Pada Masa Itu, Jizyah Dapat Berupa Emas, Perhiasan, Pakaian, Kambing, Inta, Atau Benda-Benda Lainya.
[4] Muhammad Hasbi Ash-Shidiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an /Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), hlm. 83-84
[5] Muhammad Hasbi Ash-Shidiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an /Tafsir, hlm. 84-86

Tidak ada komentar: