GAYA KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM
(KAJIAN HISTORIS FILOSOFIS) NABI MUHAMMAD. SAW
Oleh
ERLINA (15110079)
Mahasiswa
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas
Ilmu Pendidikan Dan Keguruan
Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Email
: erlina.07021997@gmail.com
No.Hp:
085731506355
Abstrak
Islam
sangat tepat dalam menentukan pemimpin sebagai suri tauladan umat manusia yaitu
dengan memupuk dan membentuk kepribadian muslim. Karena pada dasarnya manusia
adalah sorang pemimpin. Sehingga setiap umat islam sebagai pemimpin harus
berusaha semaksimal mungkin untuk meneladani tokoh-tokoh muslim. Nabi muhammad
merupakan salah seorang peimpin yang mempunyai karakter dan kepribadian unggul
yang pantas untuk dijadikan suri tauladan. Dengan kepribadian yang menonjol
diantaranya sifat shiddiq, tabliq , fatonah dan amanah yang menjadi sifat wajib
rasul patut kita teladani untuk dapat menjadi seorang pemimpin umat islam.
Dalam sejarah menyatakan bahwa nabi muhammad dalam kepemimpinanya tidak hanya
fokus dalam satu bidang melainkan dalam segala bidang, baik politik, ekonomi,
militer, keamanan dan pertahanan. Dalam periode kepemimpinan nabi muhammad
sangat memperhatikan kesejahteraan masyarakat, mendengar setiap keluhan
masyarakat dan memakmurkan masyarakat. Semua karakteristik kepemimpinan nabi
muhammad patut untuk diteladani umat
muslim diindonesi.
Key word : Teladan,
Kepemimpinan, Nabi Muhammad SAW
Pendahuluan
Kepemimpinan dalam Islam pada dasarnya
aktivitas menuntun, memotivasi, membimbing, dan mengarahkan agar manusia
beriman kepada Allah swt, dengan tidak hanya mengerjakan perbuatan atau
bertingkah laku yang diridhai Allah swt.[1]
Kepemimpinan islam yang bercermin dari syariat ajaran islam akan mampu
memberikan corak dan warna yang indah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Dengan kepemimpinanya akan dapat mengubah mental dan memperbaiki
moral bangsa yang kian hari semakin menurun.
Salah satu tugas
seorang pemimpin adalah menasehati kelompok-kelompok dan mengarahkan kepada
kebaikan. Dalam mencapai sasaranya seorang pemimpin harus melakukan
gerakan-gerakan secara efektif dengan cara memotivasi, memberi contoh yang baik
serta tidak hanya melihat sesuatu hanya dari satu sudut pandang saja melainkan
dari berbagai sudut pandang agar
didapatkan pemahaman yang kuat dan mendalam. Seorang pemimpin baik dalam
organisasi maupun instansi dikatakan berhasil apabila bisa memberikan pengaruh
yang besar dalam berjalanya organisasi serta mampu menunjukan jalan kebenaran.
Keteladanan yang harus kita miliki adalah 4 sifat wajib Nabi muhammad SAW.
Karena beliaulah uswatun khasanah dan sebaik-baiknya tauladan bagi kita.
Kepemimpinan
Kepemimpinan
dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan
terhadap pencapaian tujuan organisasi.[2]
Sandang P. Siagian menjelaskan kepemimpinan sebagai kemampuan dan
keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pemimpin satuan kerja
untuk berfikir atau bertindak sedemikian rupa sehingga melalui prilaku yang
positif ia memberikan sumbangsih dalam pencapaian organisasi.[3]
Pemimpin
adalah sosok yang mampu menasehati, memotivasi, mempengaruhi, menggerakan,
mengarahkan, menilai, memerintah, melarang, memberhentikan, mencontohkan dan bahkan menghukum serta
membina anggota untuk perbaikan dan kejayaan organisasi atau yang dipimpin.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan sedikitnya mencakup
tiga hal yang paling berhubungan, yaitu adanya pemimpin dan karakteristiknya,
adanya pengikut, serta adanya situasi kelompok tempat pemimpin dan pengikut
berinteraksi.[4]
Konsep
Islam, kepemimpinan sebagai sebuah konsep interaksi, relasi, proses otoritas,
kegiatan mempengaruhi, mengarahkan dan mengkoordinasi baik secara horizontal
maupun vertikal. Kemudian, dalam teori manajemen, fungsi pemimpin sebagai perencana
dan pengambil keputusan (planning and decision maker), pengorganisasian (organization),
kepemimpinan dan motivasi (leading and motivation), pengawasan (controlling),
dan lain lain.[5]
Gaya
kepemimpinan nabi muhammad SAW
Dalam
masa kepemimpinan nabi muhammad beliau mengedepankan 4 prinsip yang sesuai pada
sifat wajib rasul yaitu, shiddiq, tablig, amanah dan fatonah.
1.
Shiddiq
Nabi muhammad SAW sangat disukai oleh banyak orang karena sifat
shiddiq. Shiddiq dalam artian sehari-hari adalah benar, menurut kaidah setiap
yang benar adalah jujur tapi tidak semua yang jujur itu benar. Dalam hal kejujuran
pastinya ada khabar yang menjelaskan tentang seruan Nabi Muhammad saw. kepada
umatnya untuk berlaku jujur di setiap keadaan, dimanapun dan kapanpun itu.
Ubaidillah Ibnush shamit r.a. menuturkan bahwa, Rasulullah saw. bersabda,
“Jamin untukku enam perkara dari kalian, aku menjamin untuk kalian surga, enam
perkara ini adalah: bila berbicara jujurlah, tepatilah janji apaabila kalian
berjanji, apabila kalian dipercayai, tunaikanlah amanah, jagalah kemaluan
kalian (dari kemaksiatan), palinglah pandangan kalian (dari segala yang
diharamkan melihatnya) dan tahanlah tangan kalia (dari mengambil yang haram)”.
(HR. Imam Ahmad). Keutamaan dan
kemuliaan sifat benar itu diperkuat dan dijelaskan dalam firman Allah swt.:
Artinya: “Dan tatkala orang-orang mukmin melihat
golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, “Inilah yang dijanjikan
Allah dan Rasul- Nya kepada kita”. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Yang
demikian itu tidaklah menambah kepada mereka, kecuali iman dan kedudukan”. (QS.
Al-Ahzab: 22).
Jadi untuk menjadikan seorang pemimpin membutuhkan sifat jujur
seperti halnya sifat nabi muhammad SAW. Seorang harus berlatih untuk bisa
mencapai suatu kebaikan. Dan menjadikan nabi muhammad sebagai sebaik baiknya
panutan karena disetiap ucapannya menjadi penerang kehidupan, dan
tingkahlakunya menjadi suri tauladan kehidupan umat manusia.[6]
2.
Tablig
Panggilan
menjadi seorang Rasul bagi Muhammad ketika berusia 40 tahun adalah bukti bahwa
beliau seorang penyampai risalah Tuhan. Kunjungan Malaikat Jibril yang
memerintahkan beliau membaca wahyu dari Allah, ternyata juga merupakan pemberitahuan
pengangkatan beliau menjadi seorang Rasul Allah.[7]
Tabligh merupakan sifat Rasul yang ketiga, cara dan metodenya agar
ditiru. Sasaran pertama adalah keluarga beliau, lalu berdakwah ke segenap
penjuru. Sebelum mengajarkan sesuatu, beliau yang terlebih dahulu melakukannya.
Sifat Ini adalah sebuah sifat Rasul untuk tida menyembunyi-kan informasi yang
benar apalagi untuk kepentingan umat dan agama. Beliau tidak pernah sekalipun
menyimpan informasi berharga hanya untuk dirinya sendiri. Beliau sering
memberikan berita gembira mengenai kemenangan dan keberhasilan yang akan diraih
oleh pengikutnya di kemudian hari. Rasulullah saw. pernah didatangi oleh
seorang perempuan hamil yang mengaku telah berbuat zina. Si perempuan
menyampaikan penyesalannya kepada Rasul dan berharap diberikan sanksi berupa
hukum rajam.[8]
Menjadi seorang pemimpin tirulah
nabi muhammad dengan sifat tabliqnya, dengan cara nabi dakwah, menyampaikan
mulai dari sembunyi-sembunyi sampai terang –terangan. Dalam memimpin kita harus
mampu mempengaruhi orang-orang terdekat mulai dari keluarga sendiri, kerabat
terdekat, tetanggat terdekat, hingga mampu memimpin dan mampu memberikan
pengaruh untuk masyarakat, bangsa dan negara.
3.
Amanah
Sebagai
pemimpin, Nabi Muhammad saw. sangat memperhatikan kebutuhan masyarakat,
mendengar keinginan dan keluhan masyarakat, memperhatikan potensipotensi yang
ada dalam masyarakat, mulai dari potensi alam sampai potensi manusiawinya. Pada
akhirnya semua ini bermuara pada aktivitas dakwah yang dilakukannya terhadap masyarakat,
terutama dalam bidang keimanan dan ketakwaan serta profesionalisme sebagai
upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas pada waktu itu.[9]
Pemimpin
yang amanah yakni pemimpin yang benar-benar bertanggungjawab pada amanah, tugas
dan kepercayaan yang diberikan Allah swt. Yang dimaksud amanah dalam hal ini
adalah apapun yang dipercayakan kepada Rasulullah saw. meliputi segala aspek
kehidupan, baik politik, ekonomi, maupun agama. Firman Allah yang berbicara tentang amanah
yang diemban oleh setiap manusia terdapat dalam surat Al-Ahzab ayat 72,
bunyinya:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada
langit, bumi, dan gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh”. (QS. Al-Ahzab: 72).
Dari ayat
diatas dapat dikatakan bahwa setiap manusia diberikan tanggungjawab dan amanah
atas apa yang ada di bumi. Oleh karena itu seorang pemimpin harus mampu
memegang amanah, karena memegang amanah tidak semudah berkata-kata.
4.
Fatonah
Nabi
Muhammad yang mendapat karunia dari Allah dengan memiliki kecakapan luar biasa (genius
abqariyah) dan kepemimpinan yang agung (geniu leadership qiyadah
abqariyah).[10]
Sesuai dengan kesaksian sejarah, bukti-bukti Al-Qur’an dan berbagai
petunjuk yang diambil dari sejarah Islam, beliau ialah seorang ummi tidak dapat
baca dan tulis, maka dapat dikatakan bahwa pikiran Rasulullah saw. sama sekali
tidak pernah tersentuh oleh ajaran manusia. Beliau hanya diajar pada sekolah
illahi dan menerima pengetahuan dari Allah sendiri. Beliau merupakan bunga yang
dipupuk tukang kebun para kenabian sendiri.[11]
Fatonah merupakan sifat rasul, sifat
cerdas dalam memahami apapun.
Sebagai
seorang pemimpin patutlah meneladani sifat yang ke-4 dari rasulullah yaitu,
fatonah. Seorang pemimpin harus mampu memahami karakter orang yang dipimpin
untuk kesesuaian aturan yang dibuat, serta harus cerdas dalam mengambil
keputusan, berani bertindak karena benar dan berani menegur ketika salah.
Selain itu seorang pemimpin dikatan cerdas ketika ia mampu berpikir jauh,
berpikir jangka panjang tentang apa yang akan dicapai, ketika digambarkan dalam
garis antara vertikal dan horizontal ketika anggota dalam pemikiranya masih
berada pada angka 1 maka seorang pemimpin harus mempunyai pemikiran yang berada
pada angka 10 dalam artian seorang pemimpin harus memiliki pemahaman yang tajam
dan mendalam.
Kesimpulan
Pemimpin
adalah orang yang mempunyai kemampuan lebih dari pada yang lainya, seperti
orang yang paling banyak makan asam garamnya, paling kuat, paling pandai,
paling banyak cobaanya. Sifat seperti inilah yang harus dimiliki seorang pemimpin.
Dalam proses kepemimpinanya seorang pemimpin harus mengedepankan sifat- sifat
rasulullah SAW, yaitu, shidiq (selalu berkata jujur), amanah (dapat dipercaya),
tablig (menyampaikan) dan fatonah (cerdas). Sebaik-baiknya seorang pemimpin
ialah ia tidak hanya melihat sesuatu secara kasatt mata melainkan yang mampu
melihat dengan hati (leading from the heart).
Daftar
Pustaka
Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut
Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993)
R.B Khatib Pahlawan Kayo, Kepemimpinan Islam
dan Dakwah, (Jakarta, Amzah, 2005)
Sondang P. Siagian, Organisasi, Kepemimpinan
dan Prilaku Administrasi, (Jakarta : Haji Masa Agung, 1991
Sakdiah, Manajemen Oraganisasi Islam Suatu
Pengantar, Banda Aceh, Dakwah Ar-Raniry Press, 2015, hal.115.
Zaini Muhtaram, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah,
(Jakarta : Al-Amin dan IKFA, 1996
Meneladani Tipe Kepemimpinan Rasulullah -
ANNEAHIRA.COM
Hadari Nawawi, Op.Cit., hal. 257
Jurnal Al-Bayan / VOL. 22 NO. 33 JANUARI -
JUNI 2016
M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah,
Cet. IV, (Jakarta: kencana, 2015) Murtadha Muthahhari, Akhlak Suci Nabi yang
Ummi, Cet. I, (Bandung: Mizan, 1995)
[1] Hadari Nawawi,
Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993),
hal. 27.
[2] R.B Khatib
Pahlawan Kayo, Kepemimpinan Islam dan Dakwah, (Jakarta, Amzah, 2005, hal. 25.
[3] Sondang P.
Siagian, Organisasi, Kepemimpinan dan Prilaku Administrasi, (Jakarta : Haji
Masa
Agung, 1991, hal. 24.
[4] Sakdiah,
Manajemen Oraganisasi Islam Suatu Pengantar, Banda Aceh, Dakwah Ar-Raniry
Press, 2015, hal.115.
[5] Zaini
Muhtaram, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Jakarta : Al-Amin dan IKFA, 1996, hal.
73
[6] Meneladani
Tipe Kepemimpinan Rasulullah - ANNEAHIRA.COM
[7] Hadari Nawawi,
Op.Cit., hal. 257
[8] Jurnal
Al-Bayan / VOL. 22 NO. 33 JANUARI - JUNI 2016
[9] M. Munir dan
Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, Cet. IV, (Jakarta: kencana, 2015), hal. 58.
[10] Jurnal
Al-Bayan / VOL. 22 NO. 33 JANUARI - JUNI 2016, hal.16
[11] Murtadha
Muthahhari, Akhlak Suci Nabi yang Ummi, Cet. I, (Bandung: Mizan, 1995), hal.
67.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar