Selasa, 17 Oktober 2017

GAYA KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM (KAJIAN HISTORIS FILOSOFIS) NABI MUHAMMAD. SAW



GAYA KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM
(KAJIAN HISTORIS FILOSOFIS) NABI MUHAMMAD. SAW
Oleh
ERLINA (15110079)
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Pendidikan Dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
No.Hp: 085731506355

Abstrak
Islam sangat tepat dalam menentukan pemimpin sebagai suri tauladan umat manusia yaitu dengan memupuk dan membentuk kepribadian muslim. Karena pada dasarnya manusia adalah sorang pemimpin. Sehingga setiap umat islam sebagai pemimpin harus berusaha semaksimal mungkin untuk meneladani tokoh-tokoh muslim. Nabi muhammad merupakan salah seorang peimpin yang mempunyai karakter dan kepribadian unggul yang pantas untuk dijadikan suri tauladan. Dengan kepribadian yang menonjol diantaranya sifat shiddiq, tabliq , fatonah dan amanah yang menjadi sifat wajib rasul patut kita teladani untuk dapat menjadi seorang pemimpin umat islam. Dalam sejarah menyatakan bahwa nabi muhammad dalam kepemimpinanya tidak hanya fokus dalam satu bidang melainkan dalam segala bidang, baik politik, ekonomi, militer, keamanan dan pertahanan. Dalam periode kepemimpinan nabi muhammad sangat memperhatikan kesejahteraan masyarakat, mendengar setiap keluhan masyarakat dan memakmurkan masyarakat. Semua karakteristik kepemimpinan nabi muhammad  patut untuk diteladani umat muslim diindonesi.
Key word : Teladan, Kepemimpinan, Nabi Muhammad SAW
Pendahuluan
             Kepemimpinan dalam Islam pada dasarnya aktivitas menuntun, memotivasi, membimbing, dan mengarahkan agar manusia beriman kepada Allah swt, dengan tidak hanya mengerjakan perbuatan atau bertingkah laku yang diridhai Allah swt.[1] Kepemimpinan islam yang bercermin dari syariat ajaran islam akan mampu memberikan corak dan warna yang indah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan kepemimpinanya akan dapat mengubah mental dan memperbaiki moral bangsa yang kian hari semakin menurun.
            Salah satu tugas seorang pemimpin adalah menasehati kelompok-kelompok dan mengarahkan kepada kebaikan. Dalam mencapai sasaranya seorang pemimpin harus melakukan gerakan-gerakan secara efektif dengan cara memotivasi, memberi contoh yang baik serta tidak hanya melihat sesuatu hanya dari satu sudut pandang saja melainkan dari  berbagai sudut pandang agar didapatkan pemahaman yang kuat dan mendalam. Seorang pemimpin baik dalam organisasi maupun instansi dikatakan berhasil apabila bisa memberikan pengaruh yang besar dalam berjalanya organisasi serta mampu menunjukan jalan kebenaran. Keteladanan yang harus kita miliki adalah 4 sifat wajib Nabi muhammad SAW. Karena beliaulah uswatun khasanah dan sebaik-baiknya tauladan bagi kita.
Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi.[2] Sandang P. Siagian menjelaskan kepemimpinan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pemimpin satuan kerja untuk berfikir atau bertindak sedemikian rupa sehingga melalui prilaku yang positif ia memberikan sumbangsih dalam pencapaian organisasi.[3]
Pemimpin adalah sosok yang mampu menasehati, memotivasi, mempengaruhi, menggerakan, mengarahkan, menilai, memerintah, melarang, memberhentikan,  mencontohkan dan bahkan menghukum serta membina anggota untuk perbaikan dan kejayaan organisasi atau yang dipimpin. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan sedikitnya mencakup tiga hal yang paling berhubungan, yaitu adanya pemimpin dan karakteristiknya, adanya pengikut, serta adanya situasi kelompok tempat pemimpin dan pengikut berinteraksi.[4]  Konsep Islam, kepemimpinan sebagai sebuah konsep interaksi, relasi, proses otoritas, kegiatan mempengaruhi, mengarahkan dan mengkoordinasi baik secara horizontal maupun vertikal. Kemudian, dalam teori manajemen, fungsi pemimpin sebagai perencana dan pengambil keputusan (planning and decision maker), pengorganisasian (organization), kepemimpinan dan motivasi (leading and motivation), pengawasan (controlling), dan lain lain.[5]





Gaya kepemimpinan nabi muhammad SAW
            Dalam masa kepemimpinan nabi muhammad beliau mengedepankan 4 prinsip yang sesuai pada sifat wajib rasul yaitu, shiddiq, tablig, amanah dan fatonah.
1.        Shiddiq
Nabi muhammad SAW sangat disukai oleh banyak orang karena sifat shiddiq. Shiddiq dalam artian sehari-hari adalah benar, menurut kaidah setiap yang benar adalah jujur tapi tidak semua yang jujur itu benar. Dalam hal kejujuran pastinya ada khabar yang menjelaskan tentang seruan Nabi Muhammad saw. kepada umatnya untuk berlaku jujur di setiap keadaan, dimanapun dan kapanpun itu. Ubaidillah Ibnush shamit r.a. menuturkan bahwa, Rasulullah saw. bersabda, “Jamin untukku enam perkara dari kalian, aku menjamin untuk kalian surga, enam perkara ini adalah: bila berbicara jujurlah, tepatilah janji apaabila kalian berjanji, apabila kalian dipercayai, tunaikanlah amanah, jagalah kemaluan kalian (dari kemaksiatan), palinglah pandangan kalian (dari segala yang diharamkan melihatnya) dan tahanlah tangan kalia (dari mengambil yang haram)”. (HR. Imam Ahmad). Keutamaan dan kemuliaan sifat benar itu diperkuat dan dijelaskan dalam firman Allah swt.:
Artinya: “Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul- Nya kepada kita”. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka, kecuali iman dan kedudukan”. (QS. Al-Ahzab: 22).
Jadi untuk menjadikan seorang pemimpin membutuhkan sifat jujur seperti halnya sifat nabi muhammad SAW. Seorang harus berlatih untuk bisa mencapai suatu kebaikan. Dan menjadikan nabi muhammad sebagai sebaik baiknya panutan karena disetiap ucapannya menjadi penerang kehidupan, dan tingkahlakunya menjadi suri tauladan kehidupan umat manusia.[6]
2.        Tablig
Panggilan menjadi seorang Rasul bagi Muhammad ketika berusia 40 tahun adalah bukti bahwa beliau seorang penyampai risalah Tuhan. Kunjungan Malaikat Jibril yang memerintahkan beliau membaca wahyu dari Allah, ternyata juga merupakan pemberitahuan pengangkatan beliau menjadi seorang Rasul Allah.[7] Tabligh merupakan sifat Rasul yang ketiga, cara dan metodenya agar ditiru. Sasaran pertama adalah keluarga beliau, lalu berdakwah ke segenap penjuru. Sebelum mengajarkan sesuatu, beliau yang terlebih dahulu melakukannya. Sifat Ini adalah sebuah sifat Rasul untuk tida menyembunyi-kan informasi yang benar apalagi untuk kepentingan umat dan agama. Beliau tidak pernah sekalipun menyimpan informasi berharga hanya untuk dirinya sendiri. Beliau sering memberikan berita gembira mengenai kemenangan dan keberhasilan yang akan diraih oleh pengikutnya di kemudian hari. Rasulullah saw. pernah didatangi oleh seorang perempuan hamil yang mengaku telah berbuat zina. Si perempuan menyampaikan penyesalannya kepada Rasul dan berharap diberikan sanksi berupa hukum rajam.[8]
            Menjadi seorang pemimpin tirulah nabi muhammad dengan sifat tabliqnya, dengan cara nabi dakwah, menyampaikan mulai dari sembunyi-sembunyi sampai terang –terangan. Dalam memimpin kita harus mampu mempengaruhi orang-orang terdekat mulai dari keluarga sendiri, kerabat terdekat, tetanggat terdekat, hingga mampu memimpin dan mampu memberikan pengaruh untuk masyarakat, bangsa dan negara.
3.        Amanah
Sebagai pemimpin, Nabi Muhammad saw. sangat memperhatikan kebutuhan masyarakat, mendengar keinginan dan keluhan masyarakat, memperhatikan potensipotensi yang ada dalam masyarakat, mulai dari potensi alam sampai potensi manusiawinya. Pada akhirnya semua ini bermuara pada aktivitas dakwah yang dilakukannya terhadap masyarakat, terutama dalam bidang keimanan dan ketakwaan serta profesionalisme sebagai upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas pada waktu itu.[9]  Pemimpin yang amanah yakni pemimpin yang benar-benar bertanggungjawab pada amanah, tugas dan kepercayaan yang diberikan Allah swt. Yang dimaksud amanah dalam hal ini adalah apapun yang dipercayakan kepada Rasulullah saw. meliputi segala aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, maupun agama.  Firman Allah yang berbicara tentang amanah yang diemban oleh setiap manusia terdapat dalam surat Al-Ahzab ayat 72, bunyinya:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh”. (QS. Al-Ahzab: 72).
Dari ayat diatas dapat dikatakan bahwa setiap manusia diberikan tanggungjawab dan amanah atas apa yang ada di bumi. Oleh karena itu seorang pemimpin harus mampu memegang amanah, karena memegang amanah tidak semudah berkata-kata.
4.        Fatonah
Nabi Muhammad yang mendapat karunia dari Allah dengan memiliki kecakapan luar biasa (genius abqariyah) dan kepemimpinan yang agung (geniu leadership qiyadah abqariyah).[10] Sesuai dengan kesaksian sejarah, bukti-bukti Al-Qur’an dan berbagai petunjuk yang diambil dari sejarah Islam, beliau ialah seorang ummi tidak dapat baca dan tulis, maka dapat dikatakan bahwa pikiran Rasulullah saw. sama sekali tidak pernah tersentuh oleh ajaran manusia. Beliau hanya diajar pada sekolah illahi dan menerima pengetahuan dari Allah sendiri. Beliau merupakan bunga yang dipupuk tukang kebun para kenabian sendiri.[11] Fatonah merupakan sifat rasul,  sifat cerdas dalam memahami apapun.
Sebagai seorang pemimpin patutlah meneladani sifat yang ke-4 dari rasulullah yaitu, fatonah. Seorang pemimpin harus mampu memahami karakter orang yang dipimpin untuk kesesuaian aturan yang dibuat, serta harus cerdas dalam mengambil keputusan, berani bertindak karena benar dan berani menegur ketika salah. Selain itu seorang pemimpin dikatan cerdas ketika ia mampu berpikir jauh, berpikir jangka panjang tentang apa yang akan dicapai, ketika digambarkan dalam garis antara vertikal dan horizontal ketika anggota dalam pemikiranya masih berada pada angka 1 maka seorang pemimpin harus mempunyai pemikiran yang berada pada angka 10 dalam artian seorang pemimpin harus memiliki pemahaman yang tajam dan mendalam.
Kesimpulan
Pemimpin adalah orang yang mempunyai kemampuan lebih dari pada yang lainya, seperti orang yang paling banyak makan asam garamnya, paling kuat, paling pandai, paling banyak cobaanya. Sifat seperti inilah yang harus dimiliki seorang pemimpin. Dalam proses kepemimpinanya seorang pemimpin harus mengedepankan sifat- sifat rasulullah SAW, yaitu, shidiq (selalu berkata jujur), amanah (dapat dipercaya), tablig (menyampaikan) dan fatonah (cerdas). Sebaik-baiknya seorang pemimpin ialah ia tidak hanya melihat sesuatu secara kasatt mata melainkan yang mampu melihat dengan hati (leading from the heart).
Daftar Pustaka
Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993)
  R.B Khatib Pahlawan Kayo, Kepemimpinan Islam dan Dakwah, (Jakarta, Amzah, 2005)
  Sondang P. Siagian, Organisasi, Kepemimpinan dan Prilaku Administrasi, (Jakarta : Haji  Masa Agung, 1991
  Sakdiah, Manajemen Oraganisasi Islam Suatu Pengantar, Banda Aceh, Dakwah Ar-Raniry Press, 2015,   hal.115.
  Zaini Muhtaram, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Jakarta : Al-Amin dan IKFA, 1996
  Meneladani Tipe Kepemimpinan Rasulullah - ANNEAHIRA.COM
  Hadari Nawawi, Op.Cit., hal. 257
  Jurnal Al-Bayan / VOL. 22 NO. 33 JANUARI - JUNI 2016
  M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, Cet. IV, (Jakarta: kencana, 2015) Murtadha Muthahhari, Akhlak Suci Nabi yang Ummi, Cet. I, (Bandung: Mizan, 1995)


[1] Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993), hal. 27.
[2] R.B Khatib Pahlawan Kayo, Kepemimpinan Islam dan Dakwah, (Jakarta, Amzah, 2005, hal. 25.
[3] Sondang P. Siagian, Organisasi, Kepemimpinan dan Prilaku Administrasi, (Jakarta : Haji Masa
Agung, 1991, hal. 24.
[4] Sakdiah, Manajemen Oraganisasi Islam Suatu Pengantar, Banda Aceh, Dakwah Ar-Raniry Press, 2015,   hal.115.
[5] Zaini Muhtaram, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Jakarta : Al-Amin dan IKFA, 1996, hal. 73
[6] Meneladani Tipe Kepemimpinan Rasulullah - ANNEAHIRA.COM
[7] Hadari Nawawi, Op.Cit., hal. 257
[8] Jurnal Al-Bayan / VOL. 22 NO. 33 JANUARI - JUNI 2016
[9] M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, Cet. IV, (Jakarta: kencana, 2015), hal. 58.
[10] Jurnal Al-Bayan / VOL. 22 NO. 33 JANUARI - JUNI 2016, hal.16
[11] Murtadha Muthahhari, Akhlak Suci Nabi yang Ummi, Cet. I, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 67.

Tidak ada komentar: