A. Sejarah
Bimbingan dan Konseling
Latar belakang
perkembangan profesi konseling tidak dapat dipisahkan dari dua jalur penanganan
terhadap masalah-masalah yang dihadapi masyarakat Barat, yaitu tradisi gangguan
mental dan penanganan masalah-masalah pendidikan dan pekerjaan di sekolah.[1]
Evolusi profesi
konseling dapat terlihat pada rangkaian perjalanan profesi ini yang disusun
secara kronologis sebagai berikut:
1.
Era
Tahun 1900-1909 (Era Perintisan)
Tiga tokoh
utama pada periode ini adalah Jesse B. Davis, Frank Parsons, dan Clifford
Beers. Davis adalah orang pertama yang mengembangkan program bimbingan yang
sistematis di sekolah-sekolah. Pada tahun 1907, sebagai pejabat yang
bertanggung jawab pada the Grand Rapids (Michigan) school system, ia
menyarankan agar guru kelas yang mengajar English Composition untuk mengajar
bimbingan satu kali seminggu yang bertujuan untuk mengembangkan karakter dan
mencegah terjadinya masalah. Sementara itu, Frank Parsons di Boston melakukan
hal yang hampir sama dengan Davis. Ia memfokuskan pada program pengembangan dan
pencegahan. Ia dikenal karena mendirikan Boston’s Vocational Bureau pada tahun
1908. Berdirinya biro ini mempresentasikan langkah maju
diinstitusionalisasikannya bimbingan karier (vocational guidance).
Pada tahun yang
sama ketika Frank Parsons mendirikan Vocational Bureau (1908), William Heyle
juga mendirikan Community Psychiatric Clinic untuk pertama kalinya.
Selanjutnya, The Juvenille Psychopathic institute didirikan untuk memberi
bantuan kepada para pemuda di Chicago yang mempunyai masalah. Dalam keadaan
tersebut terlibat pula para psikolog. Tentu saja tidak mungkin berbicara soal
kesehatan mental tanpa melibatkan orang-orang yang cukup terkenal, seperti
Sigmund Freud dan Joseph Breuer.[2]
2.
Era Tahun 1910-1970
Pada era ini
konseling mulai diinstitusionalisasikan dengan didirikannya the National
Vocational Guidance Association (NVGA) pada tahun 1913. Selain itu, pemerintah
Amerika Serikat mulai memanfaatkan pelayanan bimbingan untuk membantu veteran
perang.[3]
Istilah
bimbingan (guidance) ini kemudian menjadi label populer bagi gerakan konseling
di sekolah-sekolah selama hampir 50 tahunan. Program bimbingan yang
terorganisasikan mulai muncul dengan frekuensi tinggi di jenjang SMP sejak
1920-an, dan lebih intensif lagi di jenjang SMA dengan pengangkatan guru BK
yang khusus dipisahkan untuk siswa laki-laki dan siswa perempuan. Titik inilah
era dimulainya pemfungsian disiplin, kelengkapan daftar hadir selama satu tahun
ajaran dan tanggung jawab administrasi lainnya. Akibatnya banyak program
pendidikan dekade ini menitikberatkan pada upaya membantu siswa-siswa yang
mengalami kesulitan akademis atau pribadi dengan mengirimkan mereka ke guru BK
untuk mengubah perilaku atau memperbaiki kelemahan.
Selain jenjang
SMP dan SMA, gerakan konseling untuk SD tampaknya juga dimulai di akhir dekade
1920-an hingga awal dekade 1930-an, dipicu oleh tulisan-tulisan dan kerja keras
William Burnham yang menekankan peran guru untuk memajukan kesehatan mental
anak yang memang banyak diabaikan diperiode tersebut.[4]
Pada dekade
1940-an ditandai munculnya teori konseling Non-Directive yang dipelopori oleh
Carl Rogers. Ia mempublikasikan buku yang berjudul Counseling and Psychotherapy
pada tahun 1942. Pada tahun 1950-an muncul pula berbagai organisasi konseling
yaitu the American Personnel and Guidance Association (APGA). Selanjutnya
disahkannya the National Defense Education Act (NDEA) pada tahun 1958.
Undang-undang ini memberikan dana bagi sekolah untuk meningkatkan program
konseling sekolah. Konseling mulai melakukan diversifikasi ke area yang lebih
luas diawali pada tahun 1970. Konseling mulai berkembang di luar sekolah
seperti di lembaga-lembaga komunitas dan pusat-pusat kesehatan mental.[5]
3.
Era Tahun 1980-an
Dekade ini
profesi konseling sudah mulai berkembang dengan munculnya standarisasi training
dan sertifikasi. Pada tahun 1981 dibentuk the Council for Accreditation of
Counseling and Related Educational Program (CACREP). CACREP berfungsi untuk
melakukan standarisasi pada program pendidikan kondeling di tingkat master dan
doktor pada bidang konseling sekolah, konseling komunitas, konseling kesehatan
mental, konseling perkawinan dan keluarga, dan konseling di Perguruan Tinggi.
4.
Era Tahun 1990-an
Pada akhir
ke-19-an, spesialis psikiatri telah mendapat tempat berdampingan dengan
spesialis pengobatan lain. Dengan makin stabilnya posisi psikiatri dalam
penanganan gangguan psikologis atau yang lebih dikenal dengan sakit mental,
muncullah psikiatri sebagai spesialisasi baru. Spesialisasi baru ini dipelopori
oleh Van Ellenberger Renterghem dan Van Eeden.[6]
Selama tahun
1980-an dan 1990-an, sejumlah permasalahan sosial mempengaruhi anak-anak yang
pada gilirannya mengakselerasi pertumbuhan konseling SD. Isu-isu seperti
penyalahgunaan obat, penganiayaan anak, pelecehan seksual dan pengabaian anak,
plus meningkatnya minat dan atensi, bagi pencegahannya, mengarah kepada
pemandatan konseling SD.[7]
Sejarah
Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Kegiatan
bimbingan pada hakikatnya telah berakar dalam seluruh kehidupan dan perjuangan
bangsa Indonesia. Akan tetapi perlu diakui bahwa bimbingan yang bersifat ilmiah
dan profesional masih belum berkembang secara mantap atas dasar falsafah
Pancasila. Berikut ini akan dibahas mengenai perkembangan usaha bimbingan dalam
pendidikan di Indonesia.
1.
Sebelum Kemerdekaan
Masa sebelum
kemerdekaan yaitu pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, kehidupan rakyat
Indonesia berada dalam cengkeraman penjajah (Pendidikan diselenggarakan untuk
kepentingan penjajah). Para siswa dididik untuk mengabdi untuk kepentingan
penjajah. Dalam situasi seperti ini upaya bimbingan sudah tentu diarahkan bagi
perwujudan tujuan pendidikan masa itu yaitu menghasilkan manusia pengabdi
penjajah. Akan tetapi, rasa nasionalisme rakyat Indonesia ternyata sangat tebal
sehingga upaya penjajah banyak mengalami hambatan.
Rakyat
Indonesia yang cinta akan nasionalisme dan kemerdekaan berusaha untuk
memperjuangkan kemandirian bangsa Indonesia melalui pendidikan. Salah satu di
antaranya adalah Taman Siswa yang dipelopori oleh K.H. Dewantara yang dengan
gigih menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut pandangan
bimbingan hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan bimbingan.
2.
Dekade 40-an (Perjuangan)
Dalam bidang
pendidikan, pada dekade ini lebih banyak ditandai dengan perjuangan
merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Masalah kebodohan dan
kerbelakangan merupakan masalah besar dan tantangan yang paling besar bagi
pendidikan pada saat itu. Tetapi yang lebih mendalam adalah mendidik bangsa
Indonesia agar memahami dirinya sebagai bangsa yang merdeka sesuai dengan jiwa
Pancasila dan UUD 1945. Hal ini pulalah yang menjadi fokus utama dalam
bimbingan pada saat itu.
3.
Dekade 50-an (Perjuangan)
Kegiatan
bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan
pendidikan. Upaya membantu siswa dalam mencapai prestasi lebih banyak dilakukan
oleh guru di kelas atau di luar. Akan tetapi, pada hakikatnya bimbingan telah
tersirat dalam pendidikan dan benar-benar menghadapi tantangan dalam membantu
siswa di sekolah agar dapat berprestasi meskipun dalam situasi yang amat
darurat.
4.
Dekade 60-an (Perintisan)
Memasuki dekade
60-an suasana politik kurang begitu menguntungkan dengan klimaksnya
pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965. Akan tetapi, dalam dekade ini pula lahir
Orde Baru tahun 1966, yang kemudian meluruskan dan menegakkan serta ini sudah
mulai mantap dalam merintis ke arah terwujudnya suatu sistem pendidikan
nasional.
Keadaan di atas
memberikan tantangan bagi keperluan layanan bimbingan dan konseling di sekolah
sebagai salah satu kelengkapan sistem. Di sinilah timbul tantangan untuk mulai
merintis pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang terprogram dan
terorganisasi dengan baik.
5.
Dekade 70-an (Penataan)
Kelahiran orde
baru telah banyak menyadarkan bangsa Indonesia akan kelemahan di masa lampau
dan kesediaan memperbaiki di masa yang akan datang melalui pembangunan.
Repelita pertama mulai dicanangkan dilaksanakan dalam awal dekade ini, dan
dilanjutkan dalam dekade-dekade selanjutnya. Pembangunan dalam bidang
pendidikan merupakan salah satu penunjang pembangunan nasional. Keadaan
tersebut memberikan tantangan dan peluang besar untuk upaya penataan bimbingan
baik dalam aspek konseptual maupun operasional.
6.
Dekade 80-an (Pemantapan)
Setelah melalui
penataan dalam dekade 70-an, maka dalam dekade 80-an ini bimbingan diupayakan
agar mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk menuju kepada perwujudan
bimbingan yang profesional. Dengan demikian, maka upaya-upaya dalam dekade
80-an lebih mengarah kepada profesionalisasi yang lebih mantap.
Pada saat ini,
profesi konselor secara legal formal telah diakui dalam sistem pendidikan
nasional. Konselor sekolah atau guru bimbingan dan konseling merupakan profesi
yang sudah diakui keberadaannya di sekolah. Hal ini dapat dilihat pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru pada
pasal 15 yang mengatakan bahwa guru bimbingan dan konseling atau konselor
adalah guru pemegang sertifikat pendidikan.[8]
B. Pengertian
Bimbingan dan Konseling
Secara
etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata, yaitu “bimbingan”
(terjemahan dari kata “guidance”) dan “konseling” (diadopsi dari kata
“conseling”). Dalam praktik, bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan
kegiatan yang tidak terpisahkan. Keduanya merupakan bagian yang integral. Untuk
pemahaman yang yang lebih jelas, dalam uraian berikut pengertian bimbingan dan
konseling diuraikan secara terpisah.[9]
Dalam
mendefinisikan istilah bimbingan, para ahli bidang bimbingan konseling
memberikan pengertian yang berbeda-beda. Meskipun demikian, pengertian yang
mereka sajikan memiliki satu kesamaan arti bahwa bimbingan merupakan suatu
proses pemberian bantuan.
Definisi atau pengertian Bimbingan menurut beberapa ahli sebagai
berikut :
1)
Menurut Miller (1961) menyatakan bahwa bimbingan merupakan proses
bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri
yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri yang dibutuhkan untuk
melakukan penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah (dalam hal ini
termasuk madrasah), keluarga, dan masyarakat
2)
Menurut Crow & Crow (1960) yang dikutip oleh Surya (1988)
menyatakan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang baik
laki-laki maupun perempuan yang memiliki pribadi baik dan pendidikan yang
memadai, kepada seseorang (individu) dari setiap usia untuk menolongnya
mengembangkan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan arah
pandangannya sendiri, membuat pilihan sendiri, dan memikul bebannya sendiri.[10]
3)
Donald G.Mortensen dan Alan M. Schmuller (1976) menyatakan,
“Guidance may be defined as that part of the total educational program that helps provide the
personal apportunities and specializedstaff services by which each individual
can develop to the fullest of his abilities and capacities in term of the
democratic idea”.[11]
4)
Djumhur dan Moh. Surya (1975) berpendpat bahwa bimbingan adalah suatu
proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu
dalam memecah masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat
memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk dapat menerima dirinya
(self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan
kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi
atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik
keluarga, sekolah dan masyarakat.
Definisi Konseling menurut beberapa ahli sebagai berikut :
1)
Menurut Mortensen (1964) menyatakan bahwa konseling merupakan
proses hubungan antar pribadi di mana orang yang satu membantu yang lainnya
untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya.
2)
American Personnel and Guidance Association (APGA) mendefinisikan
konseling sebagai suatu hubungan antara seorang yang terlatih secara
professional dan individu yang memerlukan bantuan yang berkaitan dengan
kecemasan biasa atau konflik atau pengambilan keputusan.[12]
3)
Shertzer dan Stone (1980) menyimpulkan bahwa “Counseling is an
interaction process which facilitates meaningful understanding of self and
environment and result in the establishment and/or clarification of goals and
values of future behavior.”
4)
American School Counselor Assosiation (ASCA) mengemukakan bahwa
konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap
penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien. Konselor
mempergunakan pengetahuan dan ketrampilannya untuk membantu klien mengatasi
masalah-masalahnya.[13]
C.
Tujuan Bimbingan dan Konseling
Sebagaimana yang telah dijelaskan, bahwa
bimbingan dan konseling menempati bidang dan pelayanan pribadi dalam
keseluruhan proses dan kegiatan pendidikan. Bimbingan
dalam rangka menemukan pribadi dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan
dan kelemahan dirinya sendiri. Dalam hubungan ini pelayanan bimbingan dan
konseling diberikan kepada siswa dalam rangka upaya agar siswa dapat menemukan
pribadi, mengenali lingkungan dan merencanakan masa depan.
Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi dimaksudkan agar peserta
didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri serta menerimanya secara
positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut.[14]
Tujuan bimbingan konseling adalah membantu individu dalam mencapai:
1)
Membantu mengembangkan kualitas kepribadian individu yang dibimbing
atau dikonseling.
2)
Membantu mengembangkan kualitas kesehatan mental klien.
3)
Membantu mengembangkan perilaku-perilaku yang lebih efektif pada diri
individu dan lingkungannya.
4)
Membantu klien menanggulangi problema hidup dan kehidupannya secara
mandiri.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, klien harus mendapatkan
kesempatan untuk:
1)
Memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya.
2)
Mengarahkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya kearah
tingkat perkembangan yang optimal.
3)
Mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya.
4)
Mempunyai wawasan yang lebih realistis serta penerimaan yang
objektif tentang dirinya.
5)
Dapat menyesuaikan diri secara lebih efektif baik terhadap dirinya
sendiri maupun lingkungannya sehingga memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.
6)
Mencapai taraf aktualisasi diri sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
7)
Terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan perilaku yang tidak sesuai.
D.
Fungsi Bimbingan dan Konseling.
Ada beberapa fungsi dalam bimbingan dan konseling. Departemen Pendidikan
Nasional (2008:8) mengemukakan bahwa fungsi bimbingan dan konseling adalah
sebagai berikut:
1)
Fungsi pemahaman yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang
akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai
dengan kepentingan pengembangan peserta didik.
2) Fungsi
pencegahan ( Preventif ) Pencegahan dalam dunia kesehatan mental didefinisikan
sebagai upaya mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana lingkungan
yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian sebelum kesulitan atau kerugian
itu benar-benar terjadi (Horner & McElhaney,1993)
3) Fungsi
pengentasan Orang yang mengalami masalah dianggap berada dalam suatu keadaan
yang tidak mengenakan sehingga perlu diangkat atau dikeluarkan dari bendanya
yang tidak mengenakkan. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan
itu adalah upaya pengentasan melalui pelayanan bimbingan konseling.
4)
Fungsi pemeliharaan dan pengembangan Fungsi pemeliharaan berarti
memelihara segala sesuatu yang baik yang ada
pada diri individu, baik hal itu merupakan pembawaan maupun
hasil-hasil perkembangan yang telah dicapai.
a) Fungsi pemeliharaan dan pengembangan dalam
suatu kegiatan atau program bimbingan
dan konseling sebenarnya terkait langsung pada ketiga fungsi (pemahaman,
pencegahan, dan pengentasan).
b) Dalam menjalankan fungsi pemeliharaan dan
pengembangan, konselor sering kali tidak dapat berjalan sendiri, melainkan
perlu bekerja sama dengan pihak-pihak lain.[15]
5) Fungsi penyembuhan Fungsi ini berkaitan erat
dengan teknik memberi bantuan kepada klien yang telah mengalami masalah, baik
menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar maupun karir.
6) Fungsi penyaluran Fungsi bimbingan konseling
yang member bantuan dalam memilih kegiatan ekstrakulikuler, jurusan atau
program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan
minat, bakat, keahlian dan cirri kepribadian lainnya.
7) Fungsi adaptasi Fungsi yang membantu konselor
untuk menyesuaikan program pendidikan, minat, kemampuan, kebutuhan klien.
Dengan menggunakan informasi yang memadai dari klien, konselor dapat membantu
menyesuaikan dengan kemampuan klien.
8) Fungsi penyesuaian Fungsi dalam membantu klien
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
9) Fungsi perbaikan Fungsi ini membantu klien
untuk memperbaiki kekeliruan dalam berfikir,
berperasaan dan bertindak. Ini bertujuan untuk mnumbuhkan pola piker
yang tepat bagi klien sehingga dapat mengantarkan kepada tindakan dan perilaku
yang tepat, produktif, dan normatif.
10) Fungsi fasilitasi Fungsi memberikan kemudahan
kepada klien dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi,
selaras dan seimbang dalam diri konseli.[16]
E.
Prinsip Bimbingan dan Konseling.
Prayitno dan Erman Amti (1999) mengklasifikasikan prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling ke dalam empat bagian, yaitu:[17]
1)
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran pelayanan
2)
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan individu
3)
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan
4)
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan
Dapat
kita lihat dari rumusan masing-masing mempunyai poin-poin tertentu, yaitu:
1)
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan
·
Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang
umur, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial ekonomi.
·
Bimbingan dan konseling berurusan denganpribadi dan tingkah laku
individu yang unik dan dinamis.
·
Bimbingan dan konseling memperhatikan sepenuhnya tahap-tahap
berbagai aspek perkembangan individu.
·
Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama kepada
perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok pelayanan.
2)
Prinsip yang berkenaan dengan pemasalahan individu
·
Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut
pengaruh kondisi mental/fisik individu
terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan
kontak sosial dan pekerjaan dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap
kondisi mental dan fisik individu.
·
Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan factor
timbulnya masalah pada individu yang semuanya menjadi perhatian utama pelayanan
bimbingan dan konseling.
3)
Prinsip yang berkenaan dengan program layanan
·
Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari upaya
pendidikan dan pengembangan induvidu; oleh karena itu program bimbingan dan
konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan serta
pengembangan peserta didik.
·
Program bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan dengan
kebutuhan individu, masyarakat, dan kondisi lembaga.
·
Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari
jenjang pendidikan terendah sampai tertinggi.
4)
Prisip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan
·
Bimbingan dan konseling harus mengarahkan individu mampu
menyelesaikan permasalahan pribadi.
·
Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan
akan dilakukan oleh individu harusnyan atas kemauan individu sendiri, bukan
karena desakan atau kemauan orang lain.
·
Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli daa bidang
yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
·
Kerja sama antara pembimbing dengan guru lain dan orang tua
meentukan hasil pelayanan pembimbingan.
·
Pengembangan program layanan bimbingan dan konseling ditempuh
melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap
individu yang terlibat dalam proses pelayanan dan program bimbingan dan
konseling itu sendiri.
DAFTAR REFERENSI
Latipun. 2006. Psikologi Konseling. Malang:
Penerbitan UMM
Bimo
walgito. 2010. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta:
Andi Offset
Gantina
Komalasari dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta:
PT. Indeks
Robert
L. Gibson dan Marianne H. Mitchell. 2010. Bimbingan
dan Konseling. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis
Intregrasi. Jakarta: RajaGrafindo
Pers
Achmad
Juntika Nurihsan. 2009. Bimbingan dan
Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung
: PT Refika Aditama
Hallen
A. 2002. Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Ciputat
Perss
H.
Prayitno dan Erman Amti. 2013. Dasar-Dasar
Bimbingan dan Konseling. Jakarta : PT.
Rineka Cipta
Deni
Febriani. 2011. Bimbingan Konseling.Yogyakarta:
Teras
[1]
Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: Penerbitan UMM, 2006), h. 23
[2]
Bimo walgito, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta: Andi Offset, 2010), h. 15
[3]
Gantina Komalasari dkk, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT.
Indeks, 2011), h. 38-39
[4]
Robert L. Gibson dan Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 13-14
[9]
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Intregrasi. (Jakarta: RajaGrafindo Pers, . 2007), h 15
[11]
Achmad Juntika Nurihsan,Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar
Kehidupan (Bandung : PT Refika Aditama, 2009), h. 7
[15] H. Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan
Konseling, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2013)
hlm. 196-217
[17]
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah/madrasah, Jakarta (2007, hlm
95)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar