Kamis, 22 Maret 2018

SEJARAH, PENGERTIAN, TUJUAN, FUNGSI DAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING

    

A.    Sejarah Bimbingan dan Konseling
Latar belakang perkembangan profesi konseling tidak dapat dipisahkan dari dua jalur penanganan terhadap masalah-masalah yang dihadapi masyarakat Barat, yaitu tradisi gangguan mental dan penanganan masalah-masalah pendidikan dan pekerjaan di sekolah.[1]
Evolusi profesi konseling dapat terlihat pada rangkaian perjalanan profesi ini yang disusun secara kronologis sebagai berikut:
1.      Era Tahun 1900-1909 (Era Perintisan)
Tiga tokoh utama pada periode ini adalah Jesse B. Davis, Frank Parsons, dan Clifford Beers. Davis adalah orang pertama yang mengembangkan program bimbingan yang sistematis di sekolah-sekolah. Pada tahun 1907, sebagai pejabat yang bertanggung jawab pada the Grand Rapids (Michigan) school system, ia menyarankan agar guru kelas yang mengajar English Composition untuk mengajar bimbingan satu kali seminggu yang bertujuan untuk mengembangkan karakter dan mencegah terjadinya masalah. Sementara itu, Frank Parsons di Boston melakukan hal yang hampir sama dengan Davis. Ia memfokuskan pada program pengembangan dan pencegahan. Ia dikenal karena mendirikan Boston’s Vocational Bureau pada tahun 1908. Berdirinya biro ini mempresentasikan langkah maju diinstitusionalisasikannya bimbingan karier (vocational guidance).
Pada tahun yang sama ketika Frank Parsons mendirikan Vocational Bureau (1908), William Heyle juga mendirikan Community Psychiatric Clinic untuk pertama kalinya. Selanjutnya, The Juvenille Psychopathic institute didirikan untuk memberi bantuan kepada para pemuda di Chicago yang mempunyai masalah. Dalam keadaan tersebut terlibat pula para psikolog. Tentu saja tidak mungkin berbicara soal kesehatan mental tanpa melibatkan orang-orang yang cukup terkenal, seperti Sigmund Freud dan Joseph Breuer.[2]
2.      Era Tahun 1910-1970
Pada era ini konseling mulai diinstitusionalisasikan dengan didirikannya the National Vocational Guidance Association (NVGA) pada tahun 1913. Selain itu, pemerintah Amerika Serikat mulai memanfaatkan pelayanan bimbingan untuk membantu veteran perang.[3]
Istilah bimbingan (guidance) ini kemudian menjadi label populer bagi gerakan konseling di sekolah-sekolah selama hampir 50 tahunan. Program bimbingan yang terorganisasikan mulai muncul dengan frekuensi tinggi di jenjang SMP sejak 1920-an, dan lebih intensif lagi di jenjang SMA dengan pengangkatan guru BK yang khusus dipisahkan untuk siswa laki-laki dan siswa perempuan. Titik inilah era dimulainya pemfungsian disiplin, kelengkapan daftar hadir selama satu tahun ajaran dan tanggung jawab administrasi lainnya. Akibatnya banyak program pendidikan dekade ini menitikberatkan pada upaya membantu siswa-siswa yang mengalami kesulitan akademis atau pribadi dengan mengirimkan mereka ke guru BK untuk mengubah perilaku atau memperbaiki kelemahan.
Selain jenjang SMP dan SMA, gerakan konseling untuk SD tampaknya juga dimulai di akhir dekade 1920-an hingga awal dekade 1930-an, dipicu oleh tulisan-tulisan dan kerja keras William Burnham yang menekankan peran guru untuk memajukan kesehatan mental anak yang memang banyak diabaikan diperiode tersebut.[4]
Pada dekade 1940-an ditandai munculnya teori konseling Non-Directive yang dipelopori oleh Carl Rogers. Ia mempublikasikan buku yang berjudul Counseling and Psychotherapy pada tahun 1942. Pada tahun 1950-an muncul pula berbagai organisasi konseling yaitu the American Personnel and Guidance Association (APGA). Selanjutnya disahkannya the National Defense Education Act (NDEA) pada tahun 1958. Undang-undang ini memberikan dana bagi sekolah untuk meningkatkan program konseling sekolah. Konseling mulai melakukan diversifikasi ke area yang lebih luas diawali pada tahun 1970. Konseling mulai berkembang di luar sekolah seperti di lembaga-lembaga komunitas dan pusat-pusat kesehatan mental.[5]
3.      Era Tahun 1980-an
Dekade ini profesi konseling sudah mulai berkembang dengan munculnya standarisasi training dan sertifikasi. Pada tahun 1981 dibentuk the Council for Accreditation of Counseling and Related Educational Program (CACREP). CACREP berfungsi untuk melakukan standarisasi pada program pendidikan kondeling di tingkat master dan doktor pada bidang konseling sekolah, konseling komunitas, konseling kesehatan mental, konseling perkawinan dan keluarga, dan konseling di Perguruan Tinggi.
4.      Era Tahun 1990-an
Pada akhir ke-19-an, spesialis psikiatri telah mendapat tempat berdampingan dengan spesialis pengobatan lain. Dengan makin stabilnya posisi psikiatri dalam penanganan gangguan psikologis atau yang lebih dikenal dengan sakit mental, muncullah psikiatri sebagai spesialisasi baru. Spesialisasi baru ini dipelopori oleh Van Ellenberger Renterghem dan Van Eeden.[6]
Selama tahun 1980-an dan 1990-an, sejumlah permasalahan sosial mempengaruhi anak-anak yang pada gilirannya mengakselerasi pertumbuhan konseling SD. Isu-isu seperti penyalahgunaan obat, penganiayaan anak, pelecehan seksual dan pengabaian anak, plus meningkatnya minat dan atensi, bagi pencegahannya, mengarah kepada pemandatan konseling SD.[7]
Sejarah Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Kegiatan bimbingan pada hakikatnya telah berakar dalam seluruh kehidupan dan perjuangan bangsa Indonesia. Akan tetapi perlu diakui bahwa bimbingan yang bersifat ilmiah dan profesional masih belum berkembang secara mantap atas dasar falsafah Pancasila. Berikut ini akan dibahas mengenai perkembangan usaha bimbingan dalam pendidikan di Indonesia.
1.      Sebelum Kemerdekaan
Masa sebelum kemerdekaan yaitu pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, kehidupan rakyat Indonesia berada dalam cengkeraman penjajah (Pendidikan diselenggarakan untuk kepentingan penjajah). Para siswa dididik untuk mengabdi untuk kepentingan penjajah. Dalam situasi seperti ini upaya bimbingan sudah tentu diarahkan bagi perwujudan tujuan pendidikan masa itu yaitu menghasilkan manusia pengabdi penjajah. Akan tetapi, rasa nasionalisme rakyat Indonesia ternyata sangat tebal sehingga upaya penjajah banyak mengalami hambatan.
Rakyat Indonesia yang cinta akan nasionalisme dan kemerdekaan berusaha untuk memperjuangkan kemandirian bangsa Indonesia melalui pendidikan. Salah satu di antaranya adalah Taman Siswa yang dipelopori oleh K.H. Dewantara yang dengan gigih menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut pandangan bimbingan hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan bimbingan.
2.      Dekade 40-an (Perjuangan)
Dalam bidang pendidikan, pada dekade ini lebih banyak ditandai dengan perjuangan merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Masalah kebodohan dan kerbelakangan merupakan masalah besar dan tantangan yang paling besar bagi pendidikan pada saat itu. Tetapi yang lebih mendalam adalah mendidik bangsa Indonesia agar memahami dirinya sebagai bangsa yang merdeka sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Hal ini pulalah yang menjadi fokus utama dalam bimbingan pada saat itu.
3.      Dekade 50-an (Perjuangan)
Kegiatan bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan. Upaya membantu siswa dalam mencapai prestasi lebih banyak dilakukan oleh guru di kelas atau di luar. Akan tetapi, pada hakikatnya bimbingan telah tersirat dalam pendidikan dan benar-benar menghadapi tantangan dalam membantu siswa di sekolah agar dapat berprestasi meskipun dalam situasi yang amat darurat.
4.      Dekade 60-an (Perintisan)
Memasuki dekade 60-an suasana politik kurang begitu menguntungkan dengan klimaksnya pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965. Akan tetapi, dalam dekade ini pula lahir Orde Baru tahun 1966, yang kemudian meluruskan dan menegakkan serta ini sudah mulai mantap dalam merintis ke arah terwujudnya suatu sistem pendidikan nasional.
Keadaan di atas memberikan tantangan bagi keperluan layanan bimbingan dan konseling di sekolah sebagai salah satu kelengkapan sistem. Di sinilah timbul tantangan untuk mulai merintis pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang terprogram dan terorganisasi dengan baik.
5.      Dekade 70-an (Penataan)
Kelahiran orde baru telah banyak menyadarkan bangsa Indonesia akan kelemahan di masa lampau dan kesediaan memperbaiki di masa yang akan datang melalui pembangunan. Repelita pertama mulai dicanangkan dilaksanakan dalam awal dekade ini, dan dilanjutkan dalam dekade-dekade selanjutnya. Pembangunan dalam bidang pendidikan merupakan salah satu penunjang pembangunan nasional. Keadaan tersebut memberikan tantangan dan peluang besar untuk upaya penataan bimbingan baik dalam aspek konseptual maupun operasional.
6.      Dekade 80-an (Pemantapan)
Setelah melalui penataan dalam dekade 70-an, maka dalam dekade 80-an ini bimbingan diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang profesional. Dengan demikian, maka upaya-upaya dalam dekade 80-an lebih mengarah kepada profesionalisasi yang lebih mantap.
Pada saat ini, profesi konselor secara legal formal telah diakui dalam sistem pendidikan nasional. Konselor sekolah atau guru bimbingan dan konseling merupakan profesi yang sudah diakui keberadaannya di sekolah. Hal ini dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru pada pasal 15 yang mengatakan bahwa guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah guru pemegang sertifikat pendidikan.[8]
B.     Pengertian Bimbingan dan Konseling
Secara etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata, yaitu “bimbingan” (terjemahan dari kata “guidance”) dan “konseling” (diadopsi dari kata “conseling”). Dalam praktik, bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan kegiatan yang tidak terpisahkan. Keduanya merupakan bagian yang integral. Untuk pemahaman yang yang lebih jelas, dalam uraian berikut pengertian bimbingan dan konseling diuraikan secara terpisah.[9]
Dalam mendefinisikan istilah bimbingan, para ahli bidang bimbingan konseling memberikan pengertian yang berbeda-beda. Meskipun demikian, pengertian yang mereka sajikan memiliki satu kesamaan arti bahwa bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan.
Definisi atau pengertian Bimbingan menurut beberapa ahli sebagai berikut :
1)      Menurut Miller (1961) menyatakan bahwa bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah (dalam hal ini termasuk madrasah), keluarga, dan masyarakat
2)      Menurut Crow & Crow (1960) yang dikutip oleh Surya (1988) menyatakan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki pribadi baik dan pendidikan yang memadai, kepada seseorang (individu) dari setiap usia untuk menolongnya mengembangkan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihan sendiri, dan memikul bebannya sendiri.[10]
3)      Donald G.Mortensen dan Alan M. Schmuller (1976) menyatakan, “Guidance may be defined as that part of the total  educational program that helps provide the personal apportunities and specializedstaff services by which each individual can develop to the fullest of his abilities and capacities in term of the democratic idea”.[11]
4)      Djumhur dan Moh. Surya (1975) berpendpat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecah masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk dapat menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.
Definisi Konseling menurut beberapa ahli sebagai berikut :
1)      Menurut Mortensen (1964) menyatakan bahwa konseling merupakan proses hubungan antar pribadi di mana orang yang satu membantu yang lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya.
2)      American Personnel and Guidance Association (APGA) mendefinisikan konseling sebagai suatu hubungan antara seorang yang terlatih secara professional dan individu yang memerlukan bantuan yang berkaitan dengan kecemasan biasa atau konflik atau pengambilan keputusan.[12]
3)      Shertzer dan Stone (1980) menyimpulkan bahwa “Counseling is an interaction process which facilitates meaningful understanding of self and environment and result in the establishment and/or clarification of goals and values of future behavior.”
4)      American School Counselor Assosiation (ASCA) mengemukakan bahwa konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien. Konselor mempergunakan pengetahuan dan ketrampilannya untuk membantu klien mengatasi masalah-masalahnya.[13]
C.    Tujuan Bimbingan dan Konseling
     Sebagaimana yang telah dijelaskan, bahwa bimbingan dan konseling menempati bidang dan pelayanan pribadi dalam keseluruhan proses dan kegiatan pendidikan. Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri. Dalam hubungan ini pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada siswa dalam rangka upaya agar siswa dapat menemukan pribadi, mengenali lingkungan dan merencanakan masa depan.
Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut.[14]
Tujuan bimbingan konseling adalah membantu individu dalam mencapai:
1)   Membantu mengembangkan kualitas kepribadian individu yang dibimbing atau dikonseling.
2)   Membantu mengembangkan kualitas kesehatan mental klien.
3)   Membantu mengembangkan perilaku-perilaku yang lebih efektif pada diri individu dan lingkungannya.
4)   Membantu klien menanggulangi problema hidup dan kehidupannya secara mandiri.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, klien harus mendapatkan kesempatan untuk:
1)   Memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya.
2)   Mengarahkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya kearah tingkat perkembangan yang optimal.
3)   Mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya.
4)   Mempunyai wawasan yang lebih realistis serta penerimaan yang objektif tentang dirinya.
5)   Dapat menyesuaikan diri secara lebih efektif baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya sehingga memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.
6)   Mencapai taraf aktualisasi diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
7)   Terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan perilaku yang tidak sesuai.
D.    Fungsi Bimbingan  dan Konseling.
Ada beberapa fungsi dalam bimbingan dan konseling. Departemen Pendidikan Nasional (2008:8) mengemukakan bahwa fungsi bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
1)      Fungsi pemahaman yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik.
2)      Fungsi pencegahan ( Preventif ) Pencegahan dalam dunia kesehatan mental didefinisikan sebagai upaya mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian sebelum kesulitan atau kerugian itu  benar-benar terjadi (Horner & McElhaney,1993)
3)      Fungsi pengentasan Orang yang mengalami masalah dianggap berada dalam suatu keadaan yang tidak mengenakan sehingga perlu diangkat atau dikeluarkan dari bendanya yang tidak mengenakkan. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi  permasalahan itu adalah upaya pengentasan melalui pelayanan bimbingan konseling.
4)      Fungsi pemeliharaan dan pengembangan Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik yang ada  pada diri individu, baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil  perkembangan yang telah dicapai.
a)      Fungsi pemeliharaan dan pengembangan dalam suatu kegiatan atau  program bimbingan dan konseling sebenarnya terkait langsung pada ketiga fungsi (pemahaman, pencegahan, dan pengentasan).
b)      Dalam menjalankan fungsi pemeliharaan dan pengembangan, konselor sering kali tidak dapat berjalan sendiri, melainkan perlu bekerja sama dengan pihak-pihak lain.[15]
5)      Fungsi penyembuhan Fungsi ini berkaitan erat dengan teknik memberi bantuan kepada klien yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar maupun karir. 
6)      Fungsi penyaluran Fungsi bimbingan konseling yang member bantuan dalam memilih kegiatan ekstrakulikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan cirri kepribadian lainnya.
7)      Fungsi adaptasi Fungsi yang membantu konselor untuk menyesuaikan program pendidikan, minat, kemampuan, kebutuhan klien. Dengan menggunakan informasi yang memadai dari klien, konselor dapat membantu menyesuaikan dengan kemampuan klien.
8)      Fungsi penyesuaian Fungsi dalam membantu klien untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
9)      Fungsi perbaikan Fungsi ini membantu klien untuk memperbaiki kekeliruan dalam berfikir,  berperasaan dan bertindak. Ini bertujuan untuk mnumbuhkan pola piker yang tepat bagi klien sehingga dapat mengantarkan kepada tindakan dan perilaku yang tepat, produktif, dan normatif.
10)  Fungsi fasilitasi Fungsi memberikan kemudahan kepada klien dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang dalam diri konseli.[16]
E.     Prinsip Bimbingan dan Konseling.
Prayitno dan Erman Amti (1999) mengklasifikasikan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling ke dalam empat bagian, yaitu:[17]
1)      Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran pelayanan
2)      Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan individu
3)      Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan
4)      Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan
Dapat kita lihat dari rumusan masing-masing mempunyai poin-poin tertentu, yaitu:
1)      Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan
                        ·          Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial ekonomi.
                        ·          Bimbingan dan konseling berurusan denganpribadi dan tingkah laku individu  yang  unik dan dinamis.
                        ·          Bimbingan dan konseling memperhatikan sepenuhnya tahap-tahap berbagai aspek perkembangan individu.
                        ·          Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama kepada perbedaan  individual  yang menjadi orientasi pokok pelayanan.
2)      Prinsip yang berkenaan dengan pemasalahan individu
                        ·          Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi  mental/fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi  mental  dan fisik individu.
                        ·          Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan factor timbulnya masalah pada individu yang semuanya menjadi perhatian utama pelayanan bimbingan dan konseling.
3)      Prinsip yang berkenaan dengan program layanan
                        ·          Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari upaya pendidikan dan pengembangan induvidu; oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik.
                        ·          Program bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat, dan kondisi lembaga.
                        ·          Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan terendah sampai tertinggi.
4)      Prisip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan  pelaksanaan pelayanan
                        ·          Bimbingan dan konseling harus mengarahkan individu mampu menyelesaikan permasalahan pribadi.
                        ·          Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh individu harusnyan atas kemauan individu sendiri, bukan karena desakan atau kemauan orang lain.
                        ·          Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli daa bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
                        ·          Kerja sama antara pembimbing dengan guru lain dan orang tua meentukan hasil pelayanan pembimbingan.
                        ·          Pengembangan program layanan bimbingan dan konseling ditempuh melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat dalam proses pelayanan dan program bimbingan dan konseling itu sendiri.
DAFTAR REFERENSI
Latipun. 2006. Psikologi Konseling. Malang: Penerbitan UMM
Bimo walgito. 2010. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Andi Offset
Gantina Komalasari dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT. Indeks
Robert L. Gibson dan Marianne H. Mitchell. 2010. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Intregrasi. Jakarta: RajaGrafindo Pers
Achmad Juntika Nurihsan. 2009. Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung : PT Refika Aditama
Hallen A. 2002. Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Ciputat Perss
H. Prayitno dan Erman Amti. 2013. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Deni Febriani. 2011. Bimbingan Konseling.Yogyakarta: Teras


[1] Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: Penerbitan UMM, 2006), h. 23
[2] Bimo walgito, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta: Andi Offset, 2010), h. 15
[3] Gantina Komalasari dkk, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks, 2011), h. 38-39
[4] Robert L. Gibson dan Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 13-14
[5] Op.Cit., Teori dan Teknik Konseling, h. 39
[6] Ibid., h. 40
[7] Op.cit., Bimbingan dan Konseling, h. 23
[8] Op.cit., Teori dan Teknik Konseling, h. 44
[9] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Intregrasi. (Jakarta: RajaGrafindo Pers, . 2007), h 15
[10] Ibid., h. 16-17
[11] Achmad Juntika Nurihsan,Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan (Bandung : PT Refika Aditama, 2009), h. 7
[12] op. cit., Tohirin, h.22-23.
[13] Op.cit., Achmad Juntika Nurihsan, h. 10
[14] Hallen A, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta, Ciputat Perss; 2002) h. 57
[15]  H. Prayitno dan Erman Amti,  Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2013) hlm. 196-217
[16] Deni Febriani,  Bimbingan Konseling, ( Yogyakarta: Teras, 2011) hlm. 16-17
[17] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah/madrasah, Jakarta (2007, hlm 95)

Tidak ada komentar: